Pendidikan Islam Menurut Muhammad ‘Athiyah Al-Abrasy
Siluetsenja.com, 30/01/2022 12:50 am
Pendidikan Islam Menurut Muhammad ‘Athiyah Al-Abrasy Pict By. PxHere |
Telah
diketahui bahwa pada jaman kejayaan Islam negara Mesir dikenal sebagai salah
satu pusat ilmu pengetahuan di samping Baghdad, Damascus, Cordova dan lain-lain.
Tetapi kemudian ketika dunia Islam mengalami kemunduran, Mesirpun turut
merasakannya lebih-lebih setelah negeri ini berturut-turut dijajah Perancis dan
Inggris. Akibatnya Mesir juga mengalami kemunduran di bidang pemikiran pada
umumnya dan dunia pendidikan pada khususnya.
Kondisi
pahit inilah yang melatarbelakangi Muhammad `Athiyah al-Abrasyi mencoba
menggali kembali nilai-nilai dan unsur pembaharuan yang terpendam dalam khzanah
perkembangan pendidikan Islam pada masa kejayaannya, dan ditelusurinya pula ruh
dan semangat pendidikan modern. Ia mencoba mencari titik persamaan dasar-dasar
pendidikan Islam dan pendidikan modern serta ciri khas pendidikan Islam.
Oleh karena itu, makalah ini membahas tentang latar belakang pemikiran pendidikan
Islam menurut Muhammad 'Athiyah al-Abrasyi.
A.
Pengertian
Pendidikan Islam
Pendidikan
ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.*
Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah,
ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad, dan tadris.*
Pendidikan
islam berarti sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai islam yang telah
menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.* Dengan
redaksi yang agak singkat, Ilmu
Pendidikan Islam adalah Ilmu Pendidikan yang berdasarkan islam*
B. Biografi Muhammad ‘Atiyah Al-Abrasy
Muhammad
‘Atiyah al-Abrasy adalah seorang sarjana yang telah lama berkecimpung dalam
dunia pendidikan di Mesir yang merupakan pusat ilmu pengetahuan islam.
Sekaligus sebagai guru besar pada fakultas Darul Ulum Cairo University, Csiro.
Sebagai guru besar beliau secara sistematis telah menguraikan pendidikan islam
dari zaman ke zaman serta mengadakan komparasi di bidang pendidikan mengenai
prinsip, metode, kurikulum dan sistem pendidikan modern di dunia Barat pada
abad ke-20 ini.*
Muhammad
‘Atiyah al –Arbasy adalah seorang tokoh pendidikan yang hidup pada masa
pemerintahan Abd.Nasser yang memerintah mesir pada tahun 1954-1970. Beliau
adalah penulis tentang pendidikan keislaman dan pemikir, umurnya yang mendekati
85 tahun akan selalu terasa pengaruhnya bagi generasi sesudahnya. Beliau di
lahirkan pada awal April tahun 1897, dan wafat pada tanggal 17 juli 1981.
Beliau memperoleh gelar diploma dari Universitas Darul Ulum tahun 1921, dan
tahun 1924 beliau terbang ke inggris di sana beliau mempelajari ilmu
pendidikan, psikologi, sejarah pendidikan, kesehatan jiwa, bahasa inggris
berikut sastranya. Pada tahun 1927 beliau memperoleh gelar sarjana pendidikan
dan psikologi dari Unversitas Ekstar dan pada tahun 1930 beliau berhasil
menggondol dua gelar sarjana bahasa, masing-masing adalah Bahasa Suryani dari
Universitas kerajaan di London dan Bahasa Ibrani dari lembaga bahasa timur di
London.
C. Pendidikan Islam Menurut Muhammad
‘Atiyah al-Abrasy
Pengertian
pendidikan islam menurut muhammad ‘athiyah al-abrasy adalah:
Sesungguhnya
pendidikan islam itu meliputi prinsip-prinsip (demokrasi), yaitu kebebasan,
persamaan, dan kesempatan yang sama dalam pembelajaran, dan untuk memperolehnya
tidak ada perbedaan antara si kaya dengan si miskin, sesungguhnya mencari ilmu
bagi mereka merupakan suatu kewajiban dalam bentuk immateri, bukan untuk tujuan
materi (kehendak), dan menerima ilmu itu dengan sepenuhnya hati dan akal
mereka, dan mencarinya dengan keinginan yang kuat dari dalam dirinya, dan
mereka banyak melaksanakan perjalanan panjang dan sulit dalam rangka memecahkan
masalah-masalah agama.
Pernyataan
athiyah diatas menunjukan bahwa pendidikan islam itu merupakan sesuatu yang
memang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat secara umum dan menyeluruh, karena
prinsip-orinsip yang ada pada kenyataannya dapat menjadikan kehidupan ini lebih
bahagia baik di dunia maupun diakhirat. Pendidian islam memang merupakan
disiplin ilmu yang memiliki dasar dan tujuan yang jelas, relevan dengan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat di dunia.
a.
Konsep
muhammad athiyah al-abrasy tentang pendidikan akhlak dalam islam
Dalam
kamus besar bahasa indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau
kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa arab (yang biasa diartikan
tabiat, perangai kebiasaan, bahkan agama), namun kata seperti itu tidak
ditemukan dalam al-quran.
Menurut
athiyah tujuan utama dari pendidikan islam ialah pembentukan akhlak dan budi
pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki-laki maupun
perempuan, memiliki jiwa yang bersih, kemauan keras, cita-cita yang benar dan
akhlak yang tinggi, mengetahui arti dari kewajiban dan pelaksanaannya,
menghormati hak-hak manusia, mengetahui perbedaan buruk dengan baik, memilih
salah satu fadhilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela, dan mengingat
tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.
Tujuan
dari pendidikan moral dan akhlak dalam islam ialah membentuk orang-orang yang
bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan mulai dalam tingkah laku
dan perangai bersifat bijaksana, sempurna, sopan beradab, ikhlas, jujur, dan
suci. Jiwa dari pendidikan islam ialah pendidikan dan moral akhlak.
1. Pendidikan
budi pekerti di masa anak-anak
Pembentukan
yang utama adalah diwaktu kecil, apabila sesorang anak dibiarkan melakukan
sesuatu (yang kurang baik) sehingga telah menjadi kebiasaannya, sukuarlah
meluruskannya, “Artinya: pendidikan budi pekerti yang tinggi, wajib dimulai di
rumah, dalam keluarga, sejak kecil, dan jangan membiarkan anak-anak tanpa
pendidikan, bimbingan, dan petunjuk-petunjuk. Bahkan sejak kecil ia harus
dididik sehingga tidak terbiasa dengan adat dan kebiasaan yang tidak baik. Bila
dibiarkan saja, tidak diperhatikan, tidak dibimbing, ia akan melakukan
keniasaan-kebiasaan yang kurang baik, sehingga sukarlah mengembalikannya dan
memaksakannya untuk meninggalkan kebiasaa tersebut. Ringkasnya pemeliharaan
lebih baik dari bada perawatan.
2. Metode
pendidikan akhlak (moral) dalam islam
Menurut
athiyah, untuk pendidikan moral dan akhlak dalam islam, terdabat beberapa
metode atau cara, antara lain sebagai berikut:
a) Pendidikan
secara langsung, yaitu dengan cara mempergunakan petunjuk, tuntutan, nasehat
menyebutkan manfaat dan bahayanya sesuatu.
Diantara
kata-kata berhikmat, wasiat-wasiat yang baik dalam bidang pendidikan moral dan
akhlak dalam islam, menurut athiyah disebutkan sebagai berikut:
·
Sopan santun adalah warisan yang terbaik
·
Budi pekerti yang baik adalah teman
sejati
·
Mencapai kata mufakat adalah pemimpinn
yang terbaik
·
Ijtihad adalah pandangan yang menguntungkan
·
Akal adalah harta yang paling bermanfaat
·
Tidak ada bencana yang lebih besar
daripada kejahilan
·
Tidak ada lawan yang lebihterpercaya
daripada musyawarah
·
Tidak ada kesunyian yang lebih buruk
daripada mengagungkan diri sendiri
b) Pendidikan
akhlak secara tidak langsung, yaitu dengan cara sugesti. Seperti mendiktekan
sajak-sajak yang mengandung hikmah kepada anak, mencegah mereka dari membaca
sajak-sajak yang kosong.
c) Mengambil
manfaat dari kecenderungan dan pembawaan anak-anak dallam rangka pendidikan akhlak.
Sebagai contoh, mereka (siswa) meniru ucapan-orang-orang yang berhubungan erat
dengan mereka (guru). Oleh karena itu filosof-filosof islam mengharapkan agar
setiap guru berhias dengan akhlaknya yang baik, mulia, dan menghindari setiap
yang tercela.
Menurut
Muhammad ‘Atiyah al-Abrasy tujuan pendidikan islam adalah tujuan yang telah
ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Sewaktu hidupnya, yaitu
pembentukan moral yang tinggi, karena pendidikan moral merupakan jiwa
pendidikan islam, sekalipun tanpa mengabaikan pendidikan jasmani, akal, dan
ilmu praktis.*
b.
Tujuan
pendidikan Islam Muhammad ‘Athiyah al-Abrasy membagi lima asas yang menjadi
sasaran tujuan pendidikan islam antara lain :
1.
Untuk membantu pembentukan akhlak yang
baik
2.
Persiapan untuk hidup dunia dan akhirat
3.
Persiapan untuk mencari rezeki dan
pemeliharaan segi-segi kemanfaat atau tujuan vokasional dan profesional
4.
Menumbuhkan roh ilmiah (scientific
sprint) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (curiosity)
dan memungkinkan peserta didik mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu.
5.
Menyiapkan pelajar dari segi
profesional, teknikal, dan pertukangan supaya dapat menguasai profesi tertentu.
c.
Pendidik
dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
a.
Pendidik
Muhammad
‘Athiyah al-Abrasy menyebut pendidik adalah sebagai spiritual father atau bapak
rokhani dari seorang peserta didik, dialah yang memberi santapan jiwa dengan
ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya atau meluruskan perilaku peserta
didik yang buruk. Maka menghormati pendidik berarti penghormatan terhadap
anak-anak kita, dengan pendidik itulah mereka hidup dan berkembang sekiranya
setiap pendidik itu menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu,
pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam. Bahkan Islam menempatkan
pendidik setingkat dengan derajat seorang Rosul, sebagaimana syair al-Syawki
yang dikutip oleh Muhammad ‘Athiyah al-Abrasy.
Menurut
Muhammad Athiyah al-Abrasyi kode etik pendidik dalam pendidikan Islam adalah
sebagai berikut*:
1)
Mempunyai
watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia menyayangi
peserta didiknya seperti menyayangi anaknya sendiri.
2)
Adanya komunikasi yang aktif antara
pendidik dan peserta didik. Pola komunikasi dalam interaksi dapat diterapkan
ketika terjadi proses belajar mengajar.
3)
Memperhatikan
kemampuan dan kondisi peserta didiknya. Pemberian materi pelajaran harus di
ukur dengan kadar kemampuannya.
4)
Mengetahui
kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik, misalnya hanya
memprioritaskan anak yang memiliki IQ tinggi.
5)
Mempunyai
sifat-sifat keadilan, kesucian, dan kesempurnaan.
6)
Ikhlas
dalam menjalankan aktivitasnya, tidak banyak menuntut hal yang diluar
kewajibannya.
7)
Dalam
mengajar supaya mengaitkan materi satu dengan materi lainnya (menggunakan pola integrited
curriculum).
8)
Memberi
bekal peserta didik dengan ilmu yang mengacu pada masa depan, karena ia
tercipta berbeda dengan zaman yang di alami oleh pendidiknya.
9)
Sehat
jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab, dan
mampu mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang matang
untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
b.
Peserta didik
Berbicara
tentang murid atau peserta didik dalam islam Muhammad ‘Athiyah al-Abrasy
menegaskan bahwa peserta didik dalam menuntut ilmu pengetahuan mempunyai
kewajiban-kewajiban tertentu. Adapun kewajiban-kewajiban yang harus senantiasa
diperhatikan oleh setiap peserta didik dan dikerjakan adalah sebagai berikut :
1.
Sebelum belajar, harus membersihkan diri dari
segala sifat yang buruk karena belajar adalah juga ibadah.
2.
Belajar dengan maksud mengisi jiwa dan
rasa fadilah, mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3.
Bersedia menuntut ilmu walaupun sampai
meninggalkan keluarga dan tanah air.
4.
Menekuni ilmu sampai selesai artinya
jangan terlalu sering berganti guru jika berganti juga harus dipikir
matang-matang terlebih dahulu.
5.
Hendaknya ia memiliki guru dan
menghormatinya karena Allah dan berupaya menyenangkan hati guru dengan cara
yang baik.
6.
Jangan berjalan di depannya, duduk di
tempatnya dan jangan mulai berbicara kecuali sudah ada izinnya.
7.
Saling mencintai dan berjiwa
persaudaraan antara sesama murid.
8.
Bertekad belajar sampai akhir hayat dan
jangan meremehkan suatu bidang ilmu.
d.
Kurikulum
atau Materi Pendidikan Islam
Dalam
pendidikan modern dewasa ini, pembawaan dan keinginan peserta didik sangat
diperhatikan. Oleh karena itu, dalam pembuatan kurikulum, Muhammad ‘Athiyah
al-Abrasy mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.
Harus ada mata pelajaran yang ditujukan mendidik
rohani atau hati. Ini berarti perlu diberikan pelajaran ketuhanan (aqidah).
2.
Mata pelajaran harus ada yang berisi
petunjuk dan tuntunan untuk menjalani cara hidup yang mulia, sempurna, seperti
ilmu akhlak , hadist, fiqih, dan lain sebagainya.
3.
Mata pelajaran yang dipelajari oleh
orang-orang Islam karena mata pelajaran tersebut mengandung kelezatan ilmiah
dan kelezatan ideologi, yaitu apa oleh ahli-ahli pendidikan utama dewasa ini
dinamakan menuntut ilmu karena ilmu itu sendiri.
4.
Mata pelajaran yang diberikan harus
bermanfaat secara praktis bagi kehidupan. Dengan kata lain, ilmu itu harus
terpakai.
5.
Pendidikan kejuruan, tekhnik dan
industrialisasi untuk mencari penghidupan. Selain mengutamakan segi-segi
kerohanian, keagamaan dan moral, pendidikan Islam tidak mengesampingkan
pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk mempelajari subyek atau
latihan-latihan kejuruan mengenai beberapa bidang pekerjaan, teknik, dan
perindustrian setelah peseta didik selesai mengahafal al-Qur’an.
e.
Prinsip - prinsip pendidikan
Ø
Kebebasan demokrasi dalam pendidikann
Metode
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pendidikan Islam sangat banyak
terpengaruh oleh prinsip kebebasan dan demokrasi. Islam telah menyerukan adanya
prinsip persamaan dan kesempatan yang sama dalam belajar, sehingga terbukalah
jalan yang mudah untuk belajar bagi semua orang. Pintu masjid dan institut
terbuka bagi anak didik yang ada dalam masyarakat tanpa adanya perbedaan antara
yang kaya dan yang miskin serta tinggi rendahnya kedudukan sosial anak didik dalam
masyarakat. Oleh karena itu, didalam Islam tidak ada kelebihan antara orang
Arab dengan yang bukan Arab, kecuali ketakwaannya.
Ø
Pembicaraan sesuai dengan tingkat
intelektual
Prinsip
ini merupakan prinsip terpenting dalam pendidikan Islam dan termasuk prinsip
terbaru dalam pendidikan modern, Al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Muhammad
Athiyah al-Abrasyi mengutarakan bahwa:
“Seorang
pendidik hendaknya membatasi dirinya dalam berbicara dengan anak didik sesuai
dengan daya pengertiannya, dan jangan diberikan kepadanya sesuatu yang tidak
bisa ditangkap oleh akalnya, karena akibatnya ia akan lari dari pelajaran atau
akalnya memberontak terhadapnya”*.
Ø
Pengaruh pembawaan terhadap insting
pilihan
Para
intelektual Islam telah lama menganjurkan agar pembawaan, instink, dan
seseorang diperhatikan dalam menuntut ke arah bidang pekerjaan yang dipilihnya
demi masa depan kehidupannya. Dalam hal ini, Ibnu Sina sebagaimana dikutip oleh
Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyarankan agar menekankan kemampuan instink anak-anak
harus diperhatikan yang merupakan landasan dalam pendidikannya. Tidak semua
pekerjaan yang dicita-citakan akan terpenuhi secara keseluruhan, hanya
pekerjaan yang sesuai dengan instink dan pembawaannya. Karena itu, kewajiban
seorang juru didik bila hendak memilihkan bidang pekerjaan untuk anak harus
memilih dahulu dan menguji, sehingga bakatnya bisa terpenuhi sesuai dengan
bidangnya.
Menurut
Muhammad Athiyah al-Abrasyi bahwa Islam sangat memperhatikan
perbedaan-perbedaan individual antara anak-anak yaitu perbedaan yang timbul
akibat perbedaan keturunan, pembawaan dan bakat dari si kecil. Hal ini terbukti
dalam penyelidikan-penyelidikan ilmu jiwa, bahwa pengekangan terhadap
kemarahan, penindasan atas hawa nafsu, ataupun penggecetan atas instink seorang
anak, akan membahayaka terhadap dirinya. Jalan yang terbaik adalah kita tuntun
ia dengan petunjukpetunjuk, nasehat-nasehat, pendidikan serta daya upaya
lainnya sehingga nafsu kemarahan, hawa nafsu atau instinknya yang liar itu dapat
dijinakkan dan ditundukkan*.
Ø
Kecintaan terhadap pengetahuan
Setiap
siswa yang cinta ilmu akan senang sekali belajar dan menggunakan seluruh
waktunya untuk melakukan penelitian, membaca studi memecahkan problematik
ilmiah, mencernakan ilmu, bergairah dalam menggali ilmu pengetahuan dan
masalah-masalah ilmiah tanpa segan-segan bertekun siang malam mempersiapkan
pelajaran mereka buat keesokan harinya. Mereka menyerahkan seluruh kekuatan
masa muda dan hidupnya untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Dengan
cara demikian, dikalangan muslim terdapat ulama-ulama dan sarjana kenamaan,
ahli fiqih, sastrawan, penyair dan ahli bahasa yang telah menghasilkan
karya-karya agung dan berharga dibidang tafsir, hadits, fiqih, tauhid,
balaghah, syari’at dan ensiklopedi-ensiklopedi bahasa, yaitu buku-buku yang
merupakan referensi yang tidak seorangpun sarjana-sarjana di Timur maupun Barat
yang sanggup menandinginya*.
D. Kesimpulan
·
Pendidikan islam berarti sistem
pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin
kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai islam yang telah menjiwai
dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan redaksi yang agak singkat, Ilmu Pendidikan Islam adalah Ilmu Pendidikan yang
berdasarkan islam.
·
Biografi Muhammad ‘Atiyah Al-Abrasy
v Beliau
di lahirkan pada awal April tahun 1897, dan wafat pada tanggal 17 juli 1981.
v Muhammad
‘Atiyah al-Abrasy adalah seorang sarjana yang telah lama berkecimpung dalam
dunia pendidikan di Mesir yang merupakan pusat ilmu pengetahuan islam.
v Pada
tahun 1921 beliau memperoleh gelar diploma dari Universitas Darul Ulum
v Pada
tahun 1927 beliau memperoleh gelar sarjana pendidikan dan psikologi dari
Unversitas Ekstar
v pada
tahun 1930 beliau berhasil menggondol dua gelar sarjana bahasa, masing-masing
adalah Bahasa Suryani dari Universitas kerajaan di London dan Bahasa Ibrani
dari lembaga bahasa timur di London.
v
Pengertian pendidikan islam menurut
muhammad ‘athiyah al-abrasy adalah:
Sesungguhnya
pendidikan islam itu meliputi prinsip-prinsip (demokrasi), yaitu kebebasan,
persamaan, dan kesempatan yang sama dalam pembelajaran, dan untuk memperolehnya
tidak ada perbedaan antara si kaya dengan si miskin, sesungguhnya mencari ilmu
bagi mereka merupakan suatu kewajiban dalam bentuk immateri, bukan untuk tujuan
materi (kehendak), dan menerima ilmu itu dengan sepenuhnya hati dan akal
mereka, dan mencarinya dengan keinginan yang kuat dari dalam dirinya, dan
mereka banyak melaksanakan perjalanan panjang dan sulit dalam rangka memecahkan
masalah-masalah agama.
·
Muhammad ‘Athiyah al-Abrasy membagi lima
asas yang menjadi sasaran tujuan pendidikan islam antara lain :
v Untuk
membantu pembentukan akhlak yang baik
v Persiapan
untuk hidup dunia dan akhirat
v Persiapan
untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaat atau tujuan vokasional
dan profesional
v Menumbuhkan
roh ilmiah (scientific sprint) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk
mengetahui (curiosity) dan memungkinkan peserta didik mengkaji ilmu sekedar
sebagai ilmu.
v Menyiapkan
pelajar dari segi profesional, teknikal, dan pertukangan supaya dapat menguasai
profesi tertentu.
·
Tujuan dari pendidikan moral dan akhlak
dalam islam ialah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan,
sopan dalam bicara dan mulai dalam tingkah laku dan perangai bersifat bijaksana,
sempurna, sopan beradab, ikhlas, jujur, dan suci. Jiwa dari pendidikan islam
ialah pendidikan dan moral akhlak.
·
Prinsip
- prinsip pendidikan
v Kebebasan demokrasi dalam pendidikan
v Pembicaraan
sesuai dengan tingkat intelektual
v Pengaruh
pembawaan terhadap insting pilihan
v Kecintaan
terhadap pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir.2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media.
Abuddin Nata. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Bachtiar Surin. 1978. Terjemah Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an. Bandung: Fa. Sumatra.
Ghani, bustami.a. dan Bahri Djohar. 1987. M.atiyah al-abrasy Dasar-dasar Pokok-pokok Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan Bintang. Cetakan ke VII
Hery Noer Aly. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Logos.
H.M.Arifin. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
http://pemikiran-pendidikan-prof-dr-m-athiyah-al-abrasyi
Moh. Roqib,2009. Ilmu Pendidikan Islam. LKIS Yogyakarta.
0 Response to "Pendidikan Islam Menurut Muhammad ‘Athiyah Al-Abrasy"
Post a Comment