Perbandingan Madzhab Dalam Fiqih
Siluetsenja.com, 22/01/2022 09:39 WIB
Pict By. PP Al-Khoirot Malang |
Dalam masyarakat kita di Indonesia ini berkembaang
berbagai macam ragam aliran yang berkenaaan dengan masalah fiqih. Kendatipun
mayoritas umat Islam mengaku bermadzhab Syafi’i, tetapi madzhab lain pun
sedikit banyak ada pengaruhnya terhadap umat Islam di sini.
Pemikiran ini didasarkan atas kenyataan-kenyataan
yang terjadi dalam masyarakat kita sehari-hari, bahwa ada saja terlihat
perbedaan pendapat yang berkenaan dengan masalah furu’ (cabang), baik
mengenai ibadah, muamalah, dan lainya. Oleh karena itu, kiranya penting bagi
kita sebagai pelajar untuk mengkaji perbandingan madzhab agar mendapat bekal
sebagai penangkal untuk menghadapi masalah yang mungkin timbul dalam
masyarakat.
1.
Pengertian
Madzhab
Menurut
bahasa, madzhab berasal dari shigah
mashdar mimy (kata sifat) dan isim
makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhy “dzahaba” yang berarti “pergi”. Bisa juga berarti al-ra’yu yang artinya “pendapat”.
Sedangkan
pengertian madzhab menurut istilah, ada beberapa rumusan, antara lain:
a. Menurut
Said Ramadhani al-Buthy, madzhab adalah jalan pikiran (paham/pendapat) yang
ditempuh oleh seorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum Islam dari
al-Qur’an dan Hadits.
b. Menurut
K. H. E. Abdurahman, madzhab dalam istilah Islam berarti pendapat, paham atau
aliran seorang alim besar dalam Islam yang digelari Imam seperti madzhab Imam
Abu Hanifah, madzhab Imam Ahmad Ibn Hanbal, madzhab Imam Syafi’i, madzhab Imam
Malik, dan lain-lain.
c. Menurut
A. Hasan, madzhab adalah sejumlah fatwa atau pendapat-pendapat seorang alim
besar dalam urusan agama, baik dalam masalah ibadah ataupun lainnya.*
Dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
madzhab menurut istilah, meliputi dua
pengertian, yaitu:
1) Madzhabb
adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh oleh seseorang Imam Mujtahid
dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an dan Hadits.
2) Madzhab
adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa
yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.
Jadi madzhab adalah pokok pikiran atau dasar
yang digunakan oleh Imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbathkan hukum Islam. Selanjutnya
Imam madzhab dan madzhab itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat
Islam yang menguikuti cara istinbath Imam
Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum
Islam.
2.
Perkembangan,
Latar Belakang Timbulnya dan Dampak terhadap Perkembangan Fiqih
Pada
masa Tabi’-tabi’in yang dimulai pada awal abad kedua Hijriyah, kedudukan
ijtihad sebagai istinbath hukum
semakin bertambah kokoh dan meluas, sesudah masa itu muncullah madzhab-madzhab
dalam bidang hukum Islam, baik dari golongan Ahl al-Hadits, maupun dari golongan
Ahl al-Ra’yi.
Di
kalangan Jumhur pada masa ini muncul tiga belas madzhab yang berarti pula telah
lahir tiga belas mujtahid. Akan tetapi dari jumlah itu, ada sembilan imam
madzhab yang paling populer dan melembaga di kalangan jumhur umat Islam dan
pengikutnya. Pada periode inilah kelembagaan fiqih, berikut pembukuannya mulai
dikodifikasikan secara baik, sehingga memungkinkan semakin berkembang pesat
para pengikutnya yang semakin banyak dan kokoh. Mereka yang dikenal sebagai
peletak ushul dan manhaj (metode) fiqih adalah:*
a. Imam Abu
Sa’id al-Hasan bin Yasar al-Bashry (wafat 110 H)
b. Imam Abu
Hanifah al-Nu’man bin Tsabir bin Zauthy (wafat 150 H)
c. Imam
Auza’iy Abu Amr Abd. Rahman bin ‘Amr bin Muhammad (wafat 157 H)
d. Imam
Sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Tsaury (wafat 160 H)
e. Imam
al-Laits bin Sa’ad (wafat 175 H)
f. Imam
Malik bin Anas al-Ashbahy (wafat 179 H)
g. Imam
Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H)
h. Imam
Muhammad bin Idris al-Syafi’i (wafat 204 H)
i. Imam
Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H)
Selain
itu masih banyak lagi madzhab lainnya yang dibina oleh para imam madzhab,
seperti imam Daud bin Ali al-Ashbahany al-Baghdady (wafat 270 H), terkenal
sebagai Madzhab Zahiry, yang mengambil nisbat kepada redaksional al-Qur’an dan
Sunnah, juga seperti Ishaq bin Rahawaih (wafat 238 H) dan madzhab lain yang
tidak mashur dan tidak banyak
pengikutnya, atau kurang dikenal sebagaimana lazimnya para pengikut
madzhab-madzhab masyhur yang sering tampak sebagai muqallidin.
Munculnya
madzhab-madzhab tersebut, menunjukkan betapa majunya perkembangan hukum Islam
pada waktu itu. Hal ini terutama disebabkan adanya tiga faktor yang sangat
menentukan bagi perkembangan hukum Islam sesudah wafatnya Rasulullah SAW,
yaitu:*
a. Semakin
luasnya daerah kekuasaan Islam, mencakup wilayah-wilayah di semenanjung Arab,
Irak, Mesir, Syam, Parsi dan lain-lain.
b. Pergaulan
kaum Muslimin dengan bangsa yang ditaklukannya. Mereka terpengaruh oleh budaya,
adat istiadat serta tradisi bangsa tersebut.
c. Akibat
jauhnya negara-negara yang ditaklukan itu dengan ibu kota khilafah
(pemerintahan) Islam, membuat para gubernur, para hakim dan para ulama harus
melakukan ijtihad guna memberikan jawaban terhadap probllem dan masalah-masalah
baru yang dihadapi.
Di Irak,
misalnya, para ulama berhadapan langsung dengan kebudayaan Parsi, di Syam
dengan adat istiadat dan hukum Romawi, sedangkan di Mesir dengan adat istiadat
campuran antara Mesir Kuno dengan Romawi. Keputusan-keputusan para hakim dan
fatwa yang dikeluarkan para Imam Mujtahid, semuanya itu menambah perbendaharaan
kekayaan Islam dalam bidang hukum.
Peristiwa
itu mendorong para ulama umunya terutama Imam Mujtahid saling melakukan
kunjungan Ilmiah sesuai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, seperti
adanya kunjungan Imam Syafi’i ke Madinah, Irak dan Mesir, dan seterusnya. Dari
banyakanya kunjungan ilmiah tersebut, maka semakin mudah tercapainya pemahaman
serta satu sama lain saling mendekati dan mempermudah tercapainya kompromi
(kesepakatan) terhadap beberapa masalah. Kondisi demikian merupakan suatu
kesempatan bagi para ulama untuk saling menyempurnakan kekurangan pandangan
masing-masing.
Perkembangan
madzhab-madzhab itu tidaklah sama. Ada yang mendapat sambutan dan memiliki
pengikut yang mengembangkan serta
meneruskannya, namun adakalanya suatu madzhab kalah pengaruhnya oleh
madzhab-madzhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikutnya menjadi surut.
Mereka hanya disebut saja pendapatnya disela-sela lembaran kitab-kitab para
Imam Madzhab, bahkan ada yang hilang sama sekali. Madzhab yang dapat bertahan
dan berkembang terus sampai sekarang serta banyak diikuti oleh umat islam di
seluruh dunia, hanya empat madzhab:
a. Madzhab
Hanafi, Pendirinya Imam Abu Hanifah
b. Madzhab
Maliki, Pendirinya Imam Malik
c. Madzhab
Syafi’i, Pendirinya Imam Syafi’i
d. Madzhab
Hanbali, Pendirinya Imam Ahmad bin Hanbal
Perkembangan
keepat madzhab ini sangat ditentukan sekali oleh beberapa faktor yang merupakan
keistimewaan tertentu bagi keempat madzhab tersebut. Faktor-faktor itu menurut
Khudhari bek, adalah:*
1) Pendapat-pendapat
mereka dikumpulkan dan dibukukan. Hal ini tidak terjadi pada ulama salaf.
2) Adanya
murid-murid yang berusaha menyebarluaskan pendapat mereka, mempertahankan dan
membelanya.
3) Mereka
dalam organisasi sosial dan pemerintah mempunyai kedudukan yang menjadikan
pendapat itu berharga
4) Adanya
kecenderungan Jumhur ulama yang menyarankan agar keputusan yang diputuskan oleh
hakim harus berasal dari suatu madzhab, sehingga dalam berpendapat, tidak ada
dugaan yang negatif, karena mengikuti hawa nafsu dalam mengadili. Hal ini hanya
tidak akan dapat terjadi bila tidak terdapat madzhab yang pendapat-pendapatnya
tidak dibukukan.
Madzhab-madzhab
tersebut tersebar ke seluruh pelosok negara yang berpenduduk Muslim. Dengan
tersebarnya madzhab-madzhab tersebut, berarti tersebar pula syari’at Islam ke pelosok
dunia yang dapat mempermudah umat Islam untuk melaksanakannya.
Di
samping berdampak positif, muncul dan perkembangannya madzhab itu juga
menimbulkan dampak negatif. Setelah munculnya madzhab-madzhab dalam hukum Islam
dan hasil ijtihad para imam madzhab telah banyak dibukukan, ulama sesudahnya
lebih cenderung untuk mencari dan menetapkan produk-produk ijtihadiyah para
mujtahid sebelumnya, meskipun mungkin sebagian dari hasil ijtihad mereka sudah
kurang atau tidak sesuai lagi dengan kondisi yang dihadapi ketika itu.
Lebih
dari itu, sikap toleransi bermadzhab pun semakin menipis di kalangan sesama
pengikut-pengikut madzhab fiqih yang ada, bahkan acapkali timbul persaingan dan
permusuhan sebagai akibat dari fanatisme mazhab yang berlebihan. Kemudian berkembang
pandangan bahwa mujtahid hanya boleh melakukan penafsiran kembali terhadap
hukum-hukum fiqih dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh imam-imam
madzhab yang dianutnya. Hal ini mengakibatkan kemunduran Fiqih Islam.
Kemunduran
Fiqih Islam yang berlangsung sejak
pertengahan abad ke-4 sampau abad ke-13 Hijriyah ini sering disebut sebagai
“Periode Taqlid” dan “Penutupan Pintu Ijtihad”. Disebut demikian, karena sikap
dan paham yang mengikuti pendapat para ulama mujtahid sebelumnya dianggap
sebagai tindakan yang lumrah, bahkan dipandang tepat.
3.
Sebab –
sebab Terjadinya Perbedaan
a.
Faktor Internal
1)
Karena kedudukan suatu hadits
Suatu hadits
yang diterima seorang imam bisa ditanggapi secara beragam. Ada meyakininya lalu
mengamalkannya, ada juga yang meragukannya dan tidak mengamalkannya.
2)
Berbeda dalam mengartikan kata-kata nash
Dalam bahasa
Arab ada kata-kata yang disebut musytarak,
yakni suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu. Disamping itu, ada kata
dengan arti majazi dan hakiki yang dalam menentukan makna yang dimaksud membuka
peluang untuk berbeda pendapat.
3)
Karena tidak sampainya suatu riwayat
Adanya riwayat
yang banyak jumlahnya tidak selalu diketahui oleh imam-imam. Dengan bahasa lain
perbendaharaan hadits antara satu dengan lainnya tidaklah sama.
4)
Perbedaan penggunaan kaidah-kaidah ushul
dan kaidah fiqihiyah
Ada imam yang
menggunakan istihsan dan ada yang tidak. Demikian juga dalam penggunaan ijma’
ahlu madinah, qiyas, maslahat mursalah, istishab, fatwa sahabat dan lain-lain.
Lafadz amr (suruhan) oleh sebagian
dipahami sebagai perintah wajib, dn oleh sebagian dipahami sebagai sunah dan
terkadang dipahami dengan makna lain. Demikian pula makna nahy (larangan) ada
yang memahaminya dalam arti haram, ada yang makruh dan mungkin dengan makna
lain.*
5)
Perbedaan metode para ulama dalam
menghadapi dalil-dalil yang secara tekstual bertentangan (Ta’arud).*
Disamping
itu, ada juga pendapat dari Muhammad ‘Awwamah yang mengatakan bahwa ada empat
hal yang menyebabkan adanya perbedaan dalam penggunaan hadits, yaitu:
a.
Syarat suatu hadits dapat diamalkan
Dari syarat yang
pertama terdapat empat persoalan yang menimbulkan perbedaan pendapat, dua
diantaranya berkaitan dengan sanad dan dua yang lainnya berkaitan dengan matan:
1)
Perbedaan dalam menentukan syarat-syarat
untuk hadits yang dinilai shahih.
2)
Apakah hadits harus shahih untuk
diamalkan?
3)
Penetapan redaksinya sebagai benar-benar
berasal dari Nabi SAW.
4)
Penetapan kebenaran redaksi hadits itu
dari segi tata bahasa arab.*
b.
Perbedaan dalam memahami hadits Nabi
Disebabkan dalam
tiga hal, yaitu:
1)
Perbedaan persepsi karena kapasitas
intelektual dan ilmu para ulama.
2)
Adanya hadits yang lafadznya mengandung
makna lebih dari satu.
3)
Perbedaan ulama dalam menyelesaikan ta’arudh (pertentangan dalil) antara
hadits yang satu dengan yang lainnya.*
c.
Perbedaan para ulama dalam hal
penguasaan as-sunnah
Sudah dimaklumi
bersama bahwa koleksi hadits berjumlah ratusan ribu yang tersebar di berbagai
tempat dan daerah sehingga tidak mungkin apabila seorang imam dikatakan telah
mengetahui dan menguasai seluruh perbendaharaan yang ada.
d.
Perbedaan mengenai kedudukan Nabi SAW
Sebagaimana
dimaklumi Rasulullah disamping sebagai utusan Allah juga sebagai manusia biasa.
Terkadang ulama berbeda pendapat dalam menyikapi sikap maupun perbuatan Nabi.
Apakah dalam kapasitas sebagai Rasul yang menetapkan tasyri’ atau sebagai
kepala negara atau sebagai individu biasa.
b.
Faktor Eksternal
1)
Berbeda dalam perbendaharaan hadits
Jumlah hadits
yang ribuan bahkan ratusan ribu yang tersebar seiring dengan tersebarnya para
sahabat ke berbagai kota-kota besar kala itu, membuat tidak samanya
perbendaharaan dan penguasaan hadits di kalangan imam-imam mujtahid yang
akhirnya akan menghasilkan sejumlah perbedaan dalam berfatwanya.*
2)
Di antara ulama ada yang kurangnya
memperhatikan situasi pada saat Nabi bersabda
Terkadang apa
yang disabdakan Nabi berlaku umum atau untuk orang tertentu saja. Dan apakah
perintah tersebut bersifat untuk selamanya atau sementara.
3)
Di antara ulama kurang memperhatikan dan
mempelajari, bagaimana caranya Nabi menjawab suatu pertanyaan.
4)
Di antara ulama banyak yang terpengaruh
oleh pendapat yang diterimanya dari pemuka-pemuka dan ulama-ulama sebelumnya
dengan ucapan “Telah terjadi ijma”.
5)
Di antara ulama ada yang berpandangan
yang terlalu berlebihan terhadap amaliyah-amaliyah yang disunnahkan.
6)
Berbeda dalam bidang politik
Adanya
faksi-faksi yang mempengaruhi perbedaan pendapat dalam masalah hukum Islam.
Misalnya Khawarij, Syiah, Ahlussunah wal Jamaah dan Muktazilah masing-masing
mempunyai falsafah dan pandangan hidup sendiri.*
Sedangkan
Menurut Sa’id Musthafa al-Khin dalam kitabnya Atsar al-ikhtilaf fi al-Qawa’id al-Ushuliyah fi Ikhtilaf al-Fuqaha’ sebab-sebab
perbedaan pendapat dalam masalah furu’ yang
terpenting adalah:
a.
Adanya perbedaan dalam hal qira’at.
b.
Tidak sampainya suatu hadits kepada
seorang imam dalam sebagian masalah.
c.
Ragu-ragu tentang kedudukan suatu
hadits.
d.
Berbeda dalam pemahaman dan penafsiran
suatu teks.
e.
Adanya lafadz yang musytarak atau
mengandung makna lebih dari satu.
f.
Adanya ta’arudh al-adillah atau
pertentangan antar dalil.
g.
Tidak didapatinya suatu nash dalam
sebuah permasalahan.
h.
Berbeda dalam menentukan qawa’id
ushuliyah.*
Sebagai
penyebab terjadi Ikhtilaf patut juga dikemukakan pendapat Dr. Yusuf Qardawi.
Menurut Dr. Yusuf Qardawi bentuk
Ikhtilaf ada dua yakni:
a.
Ikhtilaf yang disebabkan oleh faktor
akhlak diantaranya:
1)
Membanggakan diri dan mengagumi
pendapatnya sendiri.
2)
Buruk sangka kepada orang lain dan mudah
menuduh orang lain tanpa bukti.
3)
Egoisme dan mengikuti hawa nafsu dan
diantara akibatnya ambisi terhadap kedudukan.
4)
Fanatik kepada pendapat orang lain,
madzhab dan golongan fanatik kepada negeri, daerah, jamaah atau pemimpin.
5)
Ikhtilaf yang timbul karena perangai
yang tercela ini adalah perselisihan yang tidak terpuji bahkan masuk dalam
kategori perpecahan.
6)
Ikhtilaf yang timbul karena perbedaan
sudut pandang mengeai suatu masalah, baik masalah ilmiyah, seperti perbedaan
pandangan mengenai penilaian terhadap sebagian ilmu pengetahuan, ilmu kalam,
ilmu tasawuf, mantiq, filsafat dan lainnya.*
Ikhtilaf
yang terkait dengan pemikiran disebabkan oleh perbedaan sudut pandang kapasitas
keilmuan dan perbedaan dalam menentukan mana yang lebih maslahat dan kurang
maslahat. Termasuk khilafiyah fikriah adalah di bidang siyasi (politik),
tasawuf, kalam, aqidah. Namun, yang paling kentara dan besar adalah khilafiyah
dalam hal cabang-cabang fiqih dan cabang aqidah yang tidak didasarkan pada
dalil yang qoth’i.
Ikhtilaf
dalam persoalan fiqih mencakup:
a.
Adanya keragaman dalam pemahaman suatu
teks dan bagaimana mengistinbathkan ketika tidak terdapat nash.
b.
Adanya pihak yang cenderung literal dan
pihak yang cenderung kepada ra’yu.
c.
Ada yang cenderung mempersulit dan ada
yang cenderung memperlonggar.
d.
Ada yang mewajibkan taqlid ada yang
melarang taqlid, dan ada yang bersikap tengah-tengah, melarang taqlid bagi
ulama dan membolehkan taqlid bagi orang awam.*
4.
Macam – Macam Madzhab
Dalam hukum
Islam, mazhab-mazhab dapat dikelompokan kepada:*
a.
Ahl al-Sunnah wa Al-Jama’ah
1)
Ahl al-Ra’yi
Madzhab ini
lebih banyak menggunakan akal (nalar) dalam berijtihad, seperti Imam Abu
Hanifah, Beliau adalah seorang Imam yang rasional, yang mendasarkan ajaranya
dari al-Qur’an dan Sunnah, ijma’, qiyas serta istishaan. Beliau
sendiri tidak mengarang kitab, tetapi muridnyalah yang menyebarkan pahamnya,
kemudian ditulis dalam kitab-kitab mereka. Madzhab ini berkembang di Turki,
Afghanistan, Asia Tengah, Pakistan, India, Irak, Brazil, Amerika Latin dan
Mesir.
2)
Ahl al-Hadits
Madzhab ini
lebih banyak menggunakan hadits dalam berijtihad daripada menggunakan akal,
yang penting hadits yang digunakan itu sahih. Yang termasu madzhab ini adalah:
a)
Madzhab Maliki
Mazhab ini
dibinja oleh Imam Malik bin Anas. Ia cenderung kepada ucapan dan perbuatan
(praktek) Nabi SAW. Dan praktek para Sahabatnya serta ulama Madinah. Madzhab
ini berkembang di Afrika Utara, Mesir, Sudan, Kuwait, Qathar dan Bahraen.
b)
Madzhab Syafi’i
Madzhab ini
mengikuti Imam Syafi’i. Beliau adalah murid Imam Malik yang Pandai,. Beliau
membina madzhabnya antara ahli al-Ra’yi dan Ahli al-Hadits (moderat), meskipun
dasar pemikirannya lebih dekat kepada metode Ahlu al-Hadits. Madzhabb Syafi’i
berkembang di Mesir, Siria, Pakistan, Saudi Arabia. India Selatan, Muangtai,
Malaysia, Filipina, dan Indonesia.
c)
Madzhab Hanbali
Madzhab ini
mengikuti Imam Ahmad Ibn Hanbal. Ia lebih banyak menitik beratkan kepada hadits
dalam berijtihad dan tidak menggunakan ra’yu dalam berijtihad kecuali keadaan
darurat, yaitu ketika tidak ditemukan hadits, walaupun hadits dha’if yang
tidak terlalu dha’if, yani hadits dha’if yang tidak diriwayatkan
oleh pembohong. Madzhab ini berkembang di Saudi Arabia, Siria dan di beberapa
negeri di bagian Afrika
d)
Madzhab Zhahiri
Madhab yang
mengikuti Imam Daud bin Ali. Madzhab ini lebih cenderung kepada zahir nash dan
berkembang di spanyol pada abad V H. Oleh Ibn Hazm (wafat 456 H/1085 M). Sejak
itu madzhab ini berangsur-angsur lenyap hingga sekarang.
b.
Syi’ah
Pada mulanya
Syi’ah ini adalah madzhab politik yang beranggapan bahwa yang berhak menjadi
khalifah adalah Saidina Ali ra. dan keluarganya setelah Nabi SAW wafat
Madzhab ini
kemudian pecah menjadi beberapa golongan yang terkenal sampai sekarang, antara
lain:
1)
Syi’ah Zaidiyah
Syiah Zaidiyah
adalah pengikut Zaid bin Ali Zain al-Abidin. Syi’ah Zaidiyah berpendapat bahwa
imam tidaklah ditentukan Nabi orangnya, tetapi hanya sifat-sifatnya. Tegasnya
Nabi tidak mengatakan bahwa Ali adalah yang akan menjadi Imam sesudah beliau
wafat, tetapi Nabi hanya menyebut sifat-sifat Imam yang akan menggantikan
Beliau. Ali diangkat menjadi Imam, karena sifat-sifat itu terdapat dalam
dirinya.
Diantara
sifat-sifat yang dimaksud adalah taqqwa, ‘alim, murah hati, dan berani;
kemudian bagi imam sesudah Ali ditambahkan sifatnya sebagai keturunan Fatimah.
Sifat-sifat tersebut adalah sifat bagi imam terbaik yang disebut Imam Afdhal.
Tetapi ada juga pemuka yang tidak mencapai sifat terbaik, boleh menjadi imam,
dia disebut Imam Mafdhul. Karena Itu, Syi’ah Zaidiyah mengakui
ekhalifahan Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman.
Mereka diakui
sebagai Imam Mafdhul, bukan sebagai Imam Afdhal. Aqidah Syi’ah
Zaidiyah tidak berbeda jauh dengan Ahl al-Sunnah. Syi’ah Zaidiyah dalam
sejarah, membentuk kerajaan di Yaman dengan Shan’a sebagai Ibu kotanya.
Beberapa Tahun lalu bentuk kerajaan ini dirobah menjadi Republik setelah terjadinya
revolusi di negara itu. Madzhab Zaidiyah terus berkembang samapai sekarang dan
pengikutnya terdapat di daerah Yaman.
2)
Syi’ah Imamiyah
Madzhab Syia’ah
Imamiyah disebut juga engan Madzhab Syi’ah Itsna Asyariyah (Syi’ah Dua Belaas),
karena mereka mempunyai 12 orang imam nyata yang urutannya adalah:
a)
Ali bin Abi Thalib
b)
Al-Hasan
c)
Al-Husayn
d)
Ali Zain al-Abidin
e)
Muhammad al-Baqir
f)
Ja’far al-Shadiq (madzhabnya disebut
dengan Ja’fariyah)
g)
Musa al-Kazhim
h)
Ali al-Ridha
i)
Muhammad al-jawwad
j)
Ali al-Hadi
k)
Al-Hasan bin Muhammad al-Askari
l)
Muhammad al-Mahdi al-Muntazhar (yang
mereka anggap masih hidup dalam persembunyiannya dan akan kembali pada akhir
zaman untuk menegakan keadilan diatas bumi)
Pada Muhammad
al-Mahdi al-Muntazha berhenti rangkaian imam-imam nyata itu karena Muhammad
ini, tidak meninggalkan keturunan. Muhammad sewaktu masih kecil hilang di dalam
goa yang terdapat di Mesjid (Samarra) Irak. Menurut keyakinan kaum Syi’ah Dua
Belas, Imam ini menghilang untuk sementara dan akan kembali lagi sebagai
al-Mahdi untuk langsung memimpin umat.
Oleh karena itu
ia disebut iamam yang bersembunyi, atau imam yang dinanti. Selama bersembunyi
ia mempimpin umat melalui Raja-raja yang memegang kekuasaan dan ulama-ulama
mujtahid Syi’ah. Syi’ah Imamiyah (Syi’ah Dua Belas) menjadi paham resmi di Iran
sejak permulaan abad ke-16, yaitu setelah paham itu dibawa ke sana oleh Syi’ah
Isma’iliyyah.
Disamping Syi’ah
Dua Belas, ada pula Syi’ah ismaa’iliiyyah. Imam-imam mereka sampai dengan Imam
ke-6 masih sama dengan Imam-Imam Syi’ahDua Belas. Perbedaan mulai timbul pada
Imam ke-7. Isma’il adalah anak ja’far al-Shadiq, lebih dahulu meninggal dunia
daripada imam ke-6 ini. Karena itu, tempat Isma’il sebagai imam ke-7 digaanti
oleh adiknya, Musa al-Khazim.
Paham inilah
yang dianut oleh Syi’ah Dua Belas. Tetapi sebagian lain dari kaum Syi’ah tidak
setuju dengan pengangkatan itu dan tetap setia pada Isma’il, sungguhpun ia
telah meninggal dunia. Bagi mereka Isma’illah Imam ke-7, bukan Musa al-Khazim. Karena
mengakui hanya tujuh Imam nyata, maka Syi’ah Imamiyah ini juga disebut Syi’ah
Tujuh, sungguhpun pada akhirnya tidak semua berpegang teguh pada paham ini.
Pada
Khalifah-khalifah Fathimi di Mesir, golongan Qaramithah Hasysyasyin, kaum
Isma’il di India, pakistan dan Iran, kaum druz di lebanon dan Syria termasuk
dalam golongan Syi’ah Ismailiyah. Disamping ketiga golongan besar tersebut
(Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Dua belas daan Syi’ah Tujuh), masih ada
golongan-golongan kecil seperti Syi’ah Saba’iyah (pengikut Abdullah bin Saba),
Syi’ah Ghurabiyah, Syi’ah Kisaniyah (Pengikut al-Muktar bin Ubaid al-Tsaqafi)
dan Syi’ah al-Rafidhah. Madzhab Syi’ah ini masih berembang samapai sekarang
terutama di Iran, Irak, Turki, Syiria dan Afghanistan
5.
Kesimpulan
Madzhab dapat diartikan sebagai pokok pikiran atau
dasar yang digunakan oleh Imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbathkanhukum
islam. Selanjutnya Imam madzhab dan madzhab itu berkembang dandi jadikan suatu
penuntunkepada sekelompok orang yang mengikutinya, kemudian menjadi kelompok
umat Islam yang mengikuti cara Istinbath Imam Mujtahid tertentu atau
mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.
Madzhab yang muncul pada masa tabi’in mempunyai
sejarah yang dapat diambil garis besar karena kemajuan Islam sendiri, maka
daerah kekuasaan pun semakin luas, hubungan umat Islam semakin meluas daan
beragam serta daerah yang jauh dari pusat pemerintahan yang membutuhkan
penyelesaian dari permasalahan terlalu jauh untuk meminta pendapat dari
pemerintahan. Hal tersebut yang kemudian memunculkan ijtihad.
DAFTAR
PUSTAKA
Huzaemah Tahido Yanggo.1997. Pengantar
Perbandingan Mazhab.Jakarta: Logos.
M.Ali Hasan. 1997. Pengantar Madzhab. Cet
III. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Muhammad Awwamah, Atsar al-hadits asy-Syarif fi Ikhtilaf ‘Aimmah al-Fuqaha; alih bahasa A Zarkasy Humaidy.1997. Melacak Akar Perbedaan Madzhab. Cet.1. Bandung: Pustaaka Hidayah.
Trigiyanto Ali. 2005. Perbandingan Madzhab. Pekalongan:
STAIN Pekalongan: Press
0 Response to "Perbandingan Madzhab Dalam Fiqih"
Post a Comment