Tunarungu (Pengertian, Penyebab, Ciri-ciri, Cara komunikasi)
Siluetsenja.com, 30/01/2022 08:44 pm
Tunarungu Pict By.Tuwuhingati |
A. Pengertian Anak
Tunarungu
Banyak istilah yang sudah kita kenal untuk
anak yang mengalami kelainan pendengaran, misalnya dengan istilah: “Tuli, cacat
dengar, kurang dengar, ataupun tunarungu”. Istilah-istilah dan pandangan
tersebut tidak semuanya benar, sebab pengertiannya masih kabur dan tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Istilah lain yang sekarang lazim
digunakan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan luar biasa adalah
tunarungu.
Istilah tunarungu diambil dari kata “Tuna”
dan “Rungu”. Tuna artinya kurang dan Rungu artinya pendengaran. Orang atau anak
dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu
mendengar suara.
Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan
kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melaui
pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu mendengar. Sedangkan
seseorang yang kurang dengar adalah seseorang yang biasanya dengan menggunakan
alat bantu mendengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan keberhasilan
proses informasi bahasa melalui pendengaran.
Andreas Dwidjosumarto dalam seminar
ketunarunguan di Bandung (1988) mengemukakan “Tunarungu dapat diartikan
sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak
dapat menangkap berbagai perangang terutama melalui indera pendengaran”.*
Menurut batasan dari Sri Moerdiani
(1987:27) dalam buku psikologi anak luar biasa bahwa anak tunarungu adalah
mereka yang mengalami gangguan pendengaran sedemikian rupa sehingga tidak
mempunyai fungsi praktis dan tujuan komunikasi dengan orang lain dan lingkungan
sekitarnya.
Adapun Moh. Amin dakam buku Ortopedagogik
umum mengemukakan bahwa anak tunarungu adalah mereka yang mengalami kekurangan
atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh organ pendengaran yang mengakibatkan
hambatan dalam perkembangannya sehingga memerlukan bimbingan pendidikan khusus.
(1991:1)*
Dari berbagai pendapat para ahli tersebut
ternyata didasarkan pada beberapa sudut pandang, ada yang melihat dari segi
pedagogis dan medis, ada yang berdasarkan pengelompokan dengan batas yang telah
ditentukan secara internasional, ada pula yang mengelompokan tetapi tidak
menentukan batas kehilangan kemampuan mendengarnya namun menjelaskan secara gamblang
bahwa seseorang yang dalam kondisi tertentu dikatakan tunarungu.
Dari beberapa batasan yang dikemukakan oleh
para ahli tentang pengertian anak tunarungu, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak
terhadap kehidupannya secara kompleks.
Dampak terhadap kehidupannya secara
kompleks mengandung arti bahwa akibat ketunarunguan maka perkembangan anak
menjadi terhambat, sehingga menghambat terhadap perkembangan kepribadian secara
keseluruhan, misalnya perkembangan intelegensi, emosi dan sosial.
Ketidakmampuan bicara pada anak tunarungu
merupakan ciri khas yang membuatnya berbeda dengan anak normal. Yang dapat
memungkinkan anak tunarungu dapat berbicara dan merupakan faktor mendasar ialah
pengenalan terhadap apa yang bisa memungkinkan belajar berbicara dari orang
disekelilingnya. Mereka harus mengerti bahasa yang diucapkan oleh orang lain.
Mereka juga tahu jika berbicara adalah hal yang sangat berguna dalam
kehidupannya walaupun hal tersebut memerlukan latihan dalam waktu yang cukup
lama.untuk itu para pendidik perlu memberikan pengertian kepada orangtua bahwa
anak tunarungu perlu mengerti dulu bahasa sebelum mereka belajar berbicara.
Akibat kurang berfungsinya pendengaran,
anak tunrungu mengalihkan pengamatannya kepada mata, maka anak tunarungu
disebut sebagai “Insan Permata”. Melalui mata anak tunarungu memahami bahasa
lisan atau oral, selain melihat gerakan dan ekspreksi wajah lawan bicaranya
mata anak tunarungu juga digunakan untuk membaca gerak bibir orang yang
berbicara. Pada anak mendengar hal tersebut tidak terlalu penting, tetapi pada
anak tunarungu untuk dapat memahami bahasa sangatlah penting.
Kelainan pendengaran atau ketunarunguan
secara fisik tidak terlihat dengan jelas jika dibandingkan dengan tunanetra dan
tunadaksa. Hal ini kadang-kadang mengutungkan tetapi kadang-kadang teka-teki
bagi orang yang tidak ada hubungannya dengan anak tunarungu, sehingga sering
kali menimbulkan sikap yang merugikan, menyakiti atau bersikap kejam terhadap
anak.
B. Penyebab
Tunarungu
Secara umum penyebab ketunarunguan dapat
terjadi sebelum lahir (prenatal) ketika lahir (natal) dan sesudah lahir (post
natal). Banyak para ahli mengungkap tentang penyebab ketulian dan
ketunarunguan, tentu saja dengan pandang yang berbeda dalam penjabarannya.
Trybus (1985) mengemukakan enam penyebab
ketunarunguan pada anak di Amerika Serikat yaitu:
a.
Keturunan
b.
Campak Jerman dari pihak ibu
c.
Komplikasi selama kehamilan kelahiran
d.
Radang selaput otak (menginitis)
e.
Otitis media (radang pada bagian telinga tengah)
f.
Penyakit anak-anak, radang dan luka-luka
Dari hasil penelitian, kondisi-kondisi
tersebut hanya 60% peneybab dari kasus-kasus ketunarunguan pada masa anak-anak.
Meskipun sudah banyak alat-alat diagnose yang canggih, namun masih belum dapat
menentukan penyebab ketunarunguan yang 40% lagi. Dan ternyata campak Jerman
dari pihak ibu, keturunan, komplikasi selama kehamilan dan kelahiran adalah
penyebab yang lebih banyak.*
Untuk lebih jelasya faktor-faktor penyebab
ketunarunguan, sebagaimana diungkapkan dalam buku petunjuk praktis
penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa bagian B atau tunarungu, Depdikbud (1985:23)
mengemukakan bahwa:
a.
Sebelum anak dilahirkan atau masih dalam kandungan (masa prenatal)
b.
Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan (neo natal)
c.
Sesudah anak dilahirkan (post natal)
Penyebab ketunarunguan tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1.
Masa Prenatal, pada masa prenatal pendengaran anak menjadi tunarungu
disebabkan oleh:
a.
Faktor keturunan atau hereditas
Anak mengalami tunarungu sejak dia dilahirkan
karena ada diantara keluarga ada yang tunarungu genetis akibat dari rumah siput
tidak berkembang secara normal, dan ini kelainan corti (selaput-selaput).
b. Cacar air, campak (rubella, german
measles)
Pada waktu ibu sedang mengandung menderita
penyakit campak, cacar air, sehingga anak yang dilahirkan menderita tunarungu mustism(tidak
dapat bicara lisan).
c.
Toxamela (keracunan darah)
Apabila ibu sedang mengandung menderita
keracunan darah (toxamela)akibatnya placenta menjadi rusak. Besar
kemungkinan anak yang lahir menderita tunarungu. Menurut Audiometris pada
umunya anak ini kehilangan pendengaran 70-90 dB.
d.
Penggunaan obat pil dalam jumlah besar
Hal ini akibat menggurkan kandungan dengan
meminum banyak obat pil penggugur kandungan, tetapi kandungannya tidak gugur,
ini dapat mengakibatkan tunarungu pada anak yang dilahirkan, yaitu kerusakan cochlea.
e.
Kelahiran premature
Bagi bayi yang dilahirkan prematureberat
badannya di bawah normal, jaringan-jaringan tubuhnya lemah dan mudah terserang
anoxia (kurangnya zata asam). Hal ini merusak inti cochlea (cochlear
nuclel).
f. Kekurangan oksigen (anoxia)
Anoxia dapat mengakibatkan kerusakan pada
inti brain system dan bagal ganglia. Anak yang dilahirkan dapat menderita
tunarungu pada taraf berat.
2.
Masa Neo Natal
a.
Faktor rhesus ibu dan anak tidak sejenis.
Manusia selain mempunyai jenis darah
A-B-AB-O juga mempunyai jenis darah faktor rh positif dan negatif. Kedua jenis
rh tersebut masing-masing normal. Tetapi ketidak cocokan dapat terjadi apabila
seseorang perempuan ber-rh negatif kawin denagn seseorang laki-laki ber-rh
positif, seperti ayahnya tidak sejenis dengan ibunya. Akibatnya sel-sel darah
itu membentuk anti body yang justru merusak anak. Akibatnya anak menderita
anemia (kurang darah) dan sakit kuning setelah dilahirkan, hal ini dapat
berakibat anak menjadi kurang pendengaran.
b. Anak lahir prematureatau sebelum 9
bulan dalam kandungan. Anak yang dilahirkan prematur, mempunyai gejala-gejala
yang sama dengan anak yang rh nya tidak sejenis dengan rh ibunya, yaitu akan
menderita anemia dan mengakibatkan anoxia.
3. Post Natal
a. Sesudah anak lahir dia menderita infeksi
misalnya campak (measles)infection atau anak terkena syphilis
sejak lahir karena ketularan orangtuanya. Anak dapat menderita tunarungu
perseptif. Virus akan menyerang cairan cochlea.
b. Meningitis (peradangan selaput otak)
penderita meningitis mengalami ketilian
yang perseptif, biasanya yang mengalami kelainan ialah pusat saraf pendengaran.
c.
Tuli perseptif
Ketunarunguan ini akibat dari keturunan
orangtua.
d.
Otitis media yang kronis
Cairan otitis media yang kekuning-kuningan
menyebabkan kehilangan pendengaran secara konduktif. Pada secretory madia
akibatnya sama dengan kronis atitis media, yaitu keturunan konduktif.
e.
Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan
Infeksi pada alat-alat pernafasan, misalnya
pembesaran tonsil adenoid dapat menyebabkan ketunarunguan konduktif (media
penghantar suara tidak berfungsi).
f.
Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian
dalam.*
C. Ciri-ciri
Tunarungu
ciri-ciri tunarungu sebagai berikut:*
a.
Dalam segi
fisik
1.
Cara
berjalannya kaku dan anak membungkuk hal ini disebabkan terutama terhadap alat
pendengaran.
2.
gerak matanya cepat
agak beringas. hal ini menunjukan bahwa ia ingin menangkap keadaan yang ada di
sekelilingnya.
3.
gerakan kaki
dan tangannya sangat cepat atau kidal, hal tersebut tampak dalam mengadakan
komunikasi dengan gerak isyarat.
4.
pernafasannya
pendek dan agak terganggu.
b.
Dalam segi
sosial
1.
perasaan rendah
diri dan merasa diasingkan olehkeluarga atau masyarakat.
2.
perasaan
cemburu dan salah sangka diperlakukan tidak adil.
3.
kurang
menguasai irama gaya bahasa.
D. Klasifikasi Tunarungu
a.
0 db
menunjukan pendengaran yang optimal
b.
0-26 db
menunjukan seseorang masih mempunyai pendengaran yang optimal
c.
27-40 db
mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan
tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukanterapi bicara (tergolong
tunarungu ringan)
d.
41-55 db
mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas,
membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara (tergolong tunarungu sedang)
e.
56-70 db
hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sisa
pendengaran untuk belajar bahsa dan bicara dengan menggunakan alat bantu dengar
serta dengan cara yang khusus. (tergolong tunarungu berat)
f.
71-90 db
hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-kadang
dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat
bantu dengardan latihan bicara secara khusus (tergolong tunarungu berat)
g.
91 db
mungkin sadar adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak
bergantung pada penglihatan daripada pendengaran untuk proses menerima
informasi dan yang bersangkutan dianggap tuli (tergolong tunarungu berat
sekali)
E.
Prinsip-prinsip
Pembelajaran Bagi Anak Tunarungu*
1.
Prinsip Umum
a.
Prinsip
Motivasi
Dalam pelaksanaan pembelajaran guru harus senantiasa memberikan
motivasi kepada siswa agar tetap memiliki gairah dan semangat dalam melakukan
pembelajaran.
b.
Prinsip latar/
konteks
Guru harus mengenal dan mengetahui latar belakang siswa secara
lebih mendalam, dalam proses pembelajaran pengunaan contoh-contoh, memanfaatkan
sumber belajar yang ada dilingkungan sekitar, serta menghindari pengulangan
yang tidak diperlukan jika anak sudah mampu memahami sesuatu yang dipelajari.
c.
Prinsip
keterarahan
Sebelum melakukan pembelajaran guru diharuskan untuk merumuskan
lalu menjelaskan tujuan yang akan dicapai setelah pembelajaran selesai
dilakukan kemudian menyiapkan bahan dan alat yang sesuai dengan materi yang
diberikan serta menggunakan strategi pembelajaran yang dapat mempermudah siswa
dalam memahami materi yang diberikan.
d.
Prinsip
hubungan sosial
Interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, siswa
dengan lingkungan, dan seterusnya sangat dibutuhkan dalam mengoptimalkan
pembelajaran yang diberikan sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.
e.
Prinsip belajar
sambil bekerja
Dalam melakukan pembelajaran siswa harus banyak diberikan
kesempatan untuk melakukan percobaan atau praktek sesuai materi yang ada, siswa
diharapkan dapat menemukan pengertiannya dalamproses pembelajaran sehingga
hasilbelajar yang dicapai dapat lebih bermakna.
f.
Prinsip
individualisasi
Kemampuan guru dalam mengenasli dan memahami siswa secara individu
baik kelebihan maupun kelemahan siswa dapat diketahui oleh guru, sehingga dalam
melkaukan pembelajaran guru tidak menyamakan kemampuan siswa sehingga
masing-masing siswa mendapatkam perhatian dan perlakuan yang sesuai dengan
kemampuannya.
g.
Prinsip
menemukan
Guru diharuskan mampu mengembangkan strstegi pembelajaran yang
mampu memancing dan melibatka siswa untuk aktif, baik secara fisik,
mental,sosial dan emosional.
h.
Prisip
pemecahan masalah
Hendaknya pembelajaran yang dilakukan mengandung unsur pemecahan
masalah sehingga siswa dilatih untuk berfikir, merumuskan, mengumpulkan data
dan mneganalisis serta menyelesaikan permasalahan yang ada.
i.
Prinsip kasih
sayang
Pembelajaran yang dilakukan hendaknya tidak mengesampingkan prinsip
kasih sayang sehingga siswa merasakan ketenangan dan kenyamanan dalam belajar,
tanpa merasa takut dan tertekan.
2.
Prinsip khusus
a.
Prinsip
keterarahwajahan
Dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru harus berdiri didepan
sehingga wajah guru khususnya mulut guru dapat dilihat oleh anak tuna rungu
tanpa halangan apapun sehingga anak tunarungu dapat memahami apa yang
disampaikan oleh gurunya. hindario memberikan penjelasan sambil berjalan baik di
deepan kelas maupun kebelakng kelas. ketika berbicara dengan tunarungu harus
berhadapan langsung (face to face) sehiungga pesan yang disampaikan dapat
dipahami dan pembelajaran dapat lebih dimengerti.
b.
Prinsip
keterarahsuaraan
Bagi anka tunarungu suara tidak terlalu keras dan kencang, namun
guru harus berbicara jelas dengan artikulasi yang tepat sehingga dapat dipahami
oleh tunarungu. denagn demikian pembelajaran yng dilakukan tidak sia-sia.
c.
Prinsip
intersubyektifitas
Dalam pembelajaran guru dan siswa tunarungu sebagai unsur yang
penting harus dapat membangun suatu kesamaan dalam proses pengemata, apa yang
akan diucapkan oleh anak dengan perantara visualnya harus segera direspon dan
dibahasakan kembali oleh guru.
d.
Prinsip
kekonkritan
Dalam memberikan pembelajaran kepada anka tunarungu harus konkrit
hal ini dikarenakan anak tunarungu daya abstraksinya rendah dibandingkan anak
mendengar karena minimnya bahasa yang dimiliki. segala sesuatu yang diajrkan
hendaknya disertai dengan contoh-contoh nyata dan yang mudah dipahami.
e.
Prinsip
Visualisasi
Pendengaran anak tunarungu tidak dapat berfungsi maka melalui indra
penglihatannya anak tunarunggu berusaha memperoleh informasi, untuk itu semua
pembelajaran yan diberikan oleh guru hendaknya dapat diilustrasikan dalam bentuk
gambar yang berceriota tentang materi yang diberikan atau lebih dikenal dengan
visualisasi yang berguna untuk memudahkan anak tunarungu mengerti maksud dan
isi pembelajaran.
f.
Prinsip
Keperagaan
Setiap lkata yang keluar dari mulut guru hendaknya diulas lebih
lanjut hingga anak tunarungu betul-betul paham maksud dari kata tersebut
kemudian memperagaan atau mempraktekannya akan lebih memudahkan anak tunarungu
untuk mengerti apa yang diajarkan serta upayakan semua pembelajaran yang
dilakaukan dapat diperagakan secara pengalaman oleh anak sehingga anak mudah
memahami dan mengerti apa yang diajarkan guru.
g.
Prinsip
pengalaman yang menyatu
Pengalaman visual cenderung menyatukan informasi yang diterima,
mengajak anak yunarungu untuk “mengalami” secara nyata dapat memudahkan anak
untuk mengerti akan hubungan-hubungan yanag ada.
h.
Prinsip belajar
sambil melakukan
Pembelajaran hendaknya dapat bermakana bagi semua siswa tidak
terkecuali anak tunarungu, untuk itu segala sesuatu yang dipelajari haru dapat
dipraktekan dan dilakukan oleh anak tunarungu. penggunaan strategi pembelajaran
yang langsung melibatkan anak lebih bermanfaat dibandingkan anak hanya
mendengarkan saja.
F.
Metode Pengajaran dan Metode Komunikasi Anak Tunarungu
Pembelajaran
anak tuna rungu dikelas inklusi tidaklah muadh. Sebelum menempatkan anak tuna
rungu, sebelum menempatkan anak tuna rungu dikelas inklusi seharusnya
syarat-sayarat dibawah ini terpenuhi :
1.
Anak tuna rungu
harus memilki bahasa yang cukup. Artinya sebelum anak tuna rungu dimasukkan di
kelas inklusi terlebih dahulu harus memiliki bahasa yang dapat menjembatani
pembelajaran yang dilakukan di kelas inklusi dan mampu berkomunikasi dengan
baik. Hal ini sangat diperlukan agar anak tuna rungu mampu mengikuti
pembelajaran dengan anak reguler lainya tanpa harus menjadi penonton didalam
kelas.
2.
Sekolah yang
didalamnya menyertakan anak berkebutuhan khusus harus memiliki guru pendamping
yang berlatar belakang PLB, lebih baik lagi jika guru pendamping guru tersebut
berlatar belakang dari sekolah luar biasa dengan kajian yang sama dengan anak
kebutuhan khusus.
3.
Guru reguler
hendaknay mampu menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak tunarungu
4.
Lingkungan di
sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan anak berkebutuhan
khusus.
Untuk mencapai kepada pembelajaran yang bermakna bagi tunarungu
dibutuhkan pendekatan khusus yaitu metode maternal reflektif (MMR).
Pembelajaran bagi tunarungu berbeda dari pembelajaran yang pada umumnya. Hal
ini dikarenakan tunarungu tidak dapat menerima informasi melalui pendengaranya
dan untuk itu maka diperlukan adanya visualisasi untuk lebih memudahkan
tunarungu menyerap informasi. Melalui MMR tunarungu diolah bahasanya. Mulai
dari mengeluarkan suara, mengucapkan kata dengan benar sesuai dengan
artikulasinya hingga tunarungu mampu berkomunikasi dengan menggunakan beberapa
kalimat yang baik dan benar. Secara garis besar kegiatan pembelajaran dengan
metode ini terdiri atas kegiatan percakapan, termasuk didalamnya menyimak,
membaca dan menulis yang dikemas secara terpadu dan utuh.*
0 Response to "Tunarungu (Pengertian, Penyebab, Ciri-ciri, Cara komunikasi)"
Post a Comment