Pengertian Hadits dan Sinonimnya
Siluetsenja.com, 13/02/2022 02:25 pm
A.
HADITS
1. Pengertian
Hadits
Menurut bahasa, Al-Hadits berarti:
a.
الجديد (yang baru)
lawan dari القديم
b.
الغريب (yang
dekat) yang belum lama lagi terjadi, seperti kata-kata
هو حديث العهد بالاسلام (dia orang yang
baru memeluk agama Islam)
c. الخبر (berita/khabar), seperti yang dikemukakan
oleh ayat-ayat al-Qur’;an sebagai berikut:
فلياتوا
بحديث مثله ان كانوا صادقين /الطور:31
“Maka
hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya (Al-Qur’an) jika
mereka orang-orang yang benar.(QS. Ath-Thûr: 31)
Menurut istilah para ulama berbeda
pendapat dalam memberikan pengertian
tentang Hadits.
a.
Ulama Hadits umumnya menyatakan, bahwa “Hadits ialah
segala ucapan Nabi, segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan) beliau
dan segala keadaan beliau”. Termasuk “segala keadaan beliau” adalah sejarah
hidup beliau yakni: waktu kelahiran beliau, keadaan sebelum dan sesudah beliau
dibangkit sebagai Rasul dan sebagainya.
b.
Ulama Ushul menyatakan, bahwa, “ Hadits ialah segala
perkataan, segala perbuatan dan taqrir Nabi, yang bersangkut paut dengan hukum”.
c.
Sebahagian ulama, antara lain At-Thiby menyatakan,
bahwa Hadits ialah segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi, para Sahabatnya
dan para Tabi’in
Adanya
perbedaan pendapat antara Ulama Hadits dengan Ulama Ushul dalam memberikan
defenisi Hadits di atas, didasari oleh perbedaan cara peninjauannya. Ulama Hadits
meninjaunya bahwa pribadi Nabi itu adalah sebagai uswatun hasanah, sehingga
dengan demikian, segala apa yang berasal dari Nabi, baik berupa biografinya, akhlaknya, beritanya, perkataan dan perbuatannya, baik
yang ada hubungannya dengan hukum atau tidak, dikatagorikan sebagai Hadits.
Sedang
Ulama Ushul meninjaunya, bahwa pribadi Nabi adalah sebagai pengatur
Undang-Undang (disamping Al-Qur’an), yang menciptakan dasar-dasar ijtihad bagi
para mujtahid yang datang sesudahnya dan menjelaskan kepada ummat manusia
tentang aturan hidup, yang oleh karena itu membatasi diri dengan hal-hal yang
bersangkut paut dengan penetapan hukum saja.
Sehubungan
dengan pengertian istilah yang telah
dikemukakan oleh Ulama Hadits di atas, maka secara lebih mendetail, hal-hal
yang termasuk kategori Hadits menurut DR. Muhammad Abdul Rauf ialah:
a.
Sifat-sifat Nabi
yang diriwayatkan oleh para sahabat
b.
Perbuatan dan akhlak Nabi yang diriwayatkan oleh para
sahabat
c.
Perbuatan para Sahabat dihadapan Nabi yang dibiarkannya
dan tidak dicegahnya yang disebut taqrir
d.
Timbulnya berbagai pendapat Sahabat di hadapan Nabi, lalu beliau mengemukakan pendapatnya
sendiri atau mengakui salah satu pendapat Sahabat itu.
e.
Sabda Nabi yang keluar dari lisan beliau sendiri
f.
Firman Allah selain Al-Qur’an yang disampaikan oleh
Nabi yang dinamakan Hadits Qudsy
g.
Surat-surat yang dikirimkan Nabi, baik yang dikirim kepada
para sahabat yang bertugas di daerah maupun yang dikirm kepada pihak-pihak di
luar Islam.
2.
Sebab-sebab
Hadits dinamai Hadits
a. Menurut Az-Zamakhsyari:
Karena pada saat kita meriwayatkan Hadits,
kita menyatakan:
حدثني أن ألنبي صلي الله عليه وسلم قال.........
b. Menurut Al-Kirmany dan Ibnu Hajar Al-Asqalany:
Karena
ditinjau dari segi kebaruannya dan juga
sebagai perimbangan terhadap Al-Qur’an yang bersifat qadim, azaly.
Dr. Subhy Shalih menyatakan bahwa para Ulama, telah menghindarkan diri untuk
menggunakan istilah “Haditsullah” untuk Al-Qur’an
c. Menurut Al-Qasimy
1)
Karena kalimat dalam Hadits itu tersusun dari
huruf-huruf yang datang beriringan. Tiap-tiap huruf terjadi sesudah terjadi
yang sebelumnya
2)
Karena dengan mendengar Hadits akan menimbulkan dalam
bermacam-macam ilmu dan pengertian.
3. Perkembangan Pengertian Istilah Hadits
a.
Mula-mula istilah Hadits mengandung pengertian sebagai khabar
dan kisah, baik yang baru maupun yang lama. Hal
ini sesuai dengan ucapan Abu Hurairah kepada kaum Anshar yang menyatakan:
أتريدون أن أحدثكم بحديث من أحاديثكم ؟
“Apakah
kamu ingin untuk saya kabarkan kepadamu tentang sesuatu kisah dari kisah-kisah
di Zaman Jahiliyah?
b.
Tahap berikutnya, pengertian Hadits dipakai sebagai
khabar yang berkembang dalam masyarakat agama Islam dalam arti umum, yakni
belum dipisahkan antara khabar yang berupa wahyu Allah (Al-Quran) dan khabar
yang berupa sabda Rasul. Hal ini sesuai dengan riwayat dari Jabir bin Abdillah
yang menyatakan:
قال رسول الله ص . م.....أم بعد فان أصدق الحديث كتاب الله وان أفضل
الهدي هدي محمد
“Bersabda
Rasulullah saw:….Adapun setelah itu, maka sesungguhnya sebenar-benarnya Hadits
(khabar) adalah kitabullah dan
seutama-utama petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad……(HR. Muslim
c.
Pada akhirnya, lafadz Hadits dipakai khusus untuk hadits-hadits Rasul saw.
Menurut Dr. Subhi Shalih, bahwa Nabi
sendiri memberi nama terhadap sabdanya dengan Hadist. Hal ini sesuai denga
riwayat dari Abu Hurairah yang telah bertanya kepada Rasulullah dengan pertanyaannya sbb:
من أسعد الناس بشفاعتك و
القيلمة؟ فقال الرسول ص.م. لقد صننت يل
أباهريرة أن لا يسألني عن هذا الحديث أحد اول
منك لما رأيت من حرصك علي الحديث
“siapakah orang yang paling berbahagia
dengan syafa’atmu di hari kiamat kelak?
Maka bersabdalah Rasul Saw:”Aku telah menyangka ya Abu Hurairah, bahwa tak ada
seorangpun yang bertanya kepadaku tentang Hadits ini yang lebih dahulu dari
padamu, karena aku melihat bahwa engkau sangat loba (sangat berminat) terhadap
Hadits. (HR. Bukhary)
B. KHABAR
Menurut bahasa, khabar berarti berita,
Adapun menurut istilah ada dua pendapat:
1. Sebagaian Ulama menyatakan bahwa khabar itu sinonim dengan Hadits.
Oleh karena itu meraka menyatakan bahwa khabar adalah apa yang datang dari
Nabi, baik marfu’ (yang disandarkan kepada Nabi) , yang mauquf
(yang disandarkan kepada Sahabat), maupun yang maqthu (yang disandarkan
kepada Tabi’in). Dengan kata lain, bahwa Khabar itu mencakup apa yang datang
dari Rasul, dari Sahabat dan dari Tabi’in.
Menurut Subhi Ash-Shalih
para Ulama Hadits yang berpendapat demikian ini beralasan selain dari segi
bahasa, juga beralasan bahwa yang disebut para rawi itu, tidaklah terbatas bagi orang yang meriwayatkan berita
dari Nabi semata tetapi juga yang menukilkan berita dari Sahabat dan Tabi’in.
Sebab kenyataannya, para perawi itu telah meriwayatkan apa yang datang dari
Nabi dan yang datang dari yang selainnya. Oleh karena itu, tidaklah
ada keberatan untuk menyamakan Hadits dengan Khabar.
2. Sebagaian Ulama Hadits membedakan pengertian Khabar dengan Hadits.
Dr. Muhammad Ajaj Al-Khatib dalam kitabnya Ushulul
Al-Hadits menjelaskan:
a. Sebagaian
pendapat menyatakan, bahwa Hadits adalah
apa yang berasal dari Nabi, sedang khabar adalah apa yang berasal dari
selainnya. Oleh karena itu dikatakan orang yang tekun (menyibukkan diri)
pada Hadits disebut dengan “Muhaddits” sedang
orang yang tekun pada sejarah atau semacamnya disebut dengan “Akhbary”.
b. Sebagaian
pendapat menyatakan bahwa Hadits bersifat khusus sedang khabar bersifat umum.
Oleh karena itu tiap-tiap Hadits adalah Khabar dan tidak setiap Khabar adalah
Hadits.
C. ATSAR
Menurut bahasa atsar berarti
bekas atau sisa sesuatu; dapat juga
berarti nukilan atau yang dinukilkan. Karena itu, doa yang dinukilkan dari Nabi
dinamai “Doa Ma’tsur”.
Adapun menurut pengertian
istilah, dapat disimpulkan pada dua pendapat:
1.
Atsar sama atau sinonim dengan Hadits. Karena itu,
ahli Hadist disebut juga dengan Atsary.
Ath-Thabary memakai kata-kata atsar untuk apa yang datang dari Nabi,
At-Thahawi memasukkan juga yang dari Sahabat.
2.
Atsar tidak
sama artinya dengan istilah Hadits
a.
Menurut Fuqaha, atsar adalah
perkataan-perkataan Ulama salaf, Sahabat, Tabi’in dan lain-lain.
b.
Menurut Fuqaha Khurasan, Atsar adalah
perkataan Sahabat. Khabar adalah Hadits Nabi.
c.
Az-Zarkasyi memakai istilah Atsar untuk Hadits Mauquf
, tetapi membolehkan juga untuk memakai istilah Atsar untuk Hadits Marfu’.
D. SUNNAH
1. Pengertian As-Sunnah
a. Menurut Asy-Syaukani, sunnah berarti الطريقة ولو غير مرضية artinya jalan, walaupun tidak diridhai
b. Dr. Musthafa As-Siba’iy dalam kitabnya As-Sunnah
wa Makanatuha fi Tasyri’ il Islami mengatakan bahwa arti sunnah menurut
bahasa ialah :
الطريقة محمودة كانت أو
مذمومة artinya
jalan, baik terpuji maupun tercela
Hal ini sesuai
dengan Hadits Rasul yang menyatakan:
من سن سنة حسنة فله اجرها
واجر من عمل بها الي يوم القيامة ومن سن سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها الي
يوم القيامة/ رواه البخاري و مسلم
Artinya: Barangsiapa mengadakan
sesuatu sunnah (jalan) yang baik, maka baginya pahala atas perbuatannya itu dan
pahala orang-orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat. Dan barang siapa
mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang buruk, maka ia berdosa atas perbuatan
itu dan menanggung dosa orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat.(HR.
Bukhari dan Muslim)
Kata
jama’ dari sunnah adalah sunan. Demikian arti sunnah
menurut bahasa.. Adapun arti sunnah
menurut istilah, para Ulama berbeda
pendapat:
a. Menurut Ahli Hadits
Sunnah
ialah “segala yang dinukilkan dari Nabi saw, baik yang berupa perkataan,
taqrir, pengajaran, sifat, keadaan, maupun perjalanan hidup beliau; baik yang
demikian itu terjadi sebelum maupun sesudah diangkat menjadi Rasul”. Dalam hal
ini arti Sunnah sinonim dengan arti Hadits.
b. Menurut Ahli Ushul
Sunnah
ialah “segala yang dinukilkan dari Nabi Saw, baik berupa perkataan, perbuatan
maupun taqrir (pengakuan) yang mempunyai hubungan dengan hukum.
c. Menurut Ahli fiqhi
Sunnah
ialah suatu amalan yang diberi pahala jika mengerjakan dan tidak disiksa apanbila meninggalkan.
d. Menurut Ibnu Taimiyyah
Sunnah
ialah Adat (tradisi) yang telah berulang kali dilakukan oleh masyarakat, baik
yang dipandang ibadat maupun tidak.
e. Menurut Prof. Dr. Hasbi Ash-Shiddieqy
Sunnah
ialah suatu amalan yang dilaksanakan oleh Nabi Saw. Secara terus menerus dan
dinukilkan kepada kita dari zaman ke zaman dengan jalan mutawatir. Jadi
Nabi melaksanakan amalan itu beserta para
Sahabat , para Sahabat melaksanakannya bersama Tabi’in dan demikian
seterusnya dari generasi ke generasi sampai pada masa kita sekarang ini. Pengertian
Sunnah ini didukung oleh Hadits berikut ini:
أن ألنبي ص.م. قال تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما أن تمسكتم بهما كتاب
الله وسنة رسوله..../رواه مالك
“Bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:
Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara, tidak akan tersesat kamu
selama kamu berpegang teguh dengan kedua-keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah
Rasul-Nya” (HR. Imam Malik).
Al-Hakim,
Al-Baihaqi dan Ibnu Abdil Bar telah meriwayatkan Hadits yang semakna dengan Hadits
riwayat Imam Malik di atas. Adanya perbedaan pendapat antara Ulama Hadits,
Ulama Ushul dan Ulama Fiqhi dalam memberikan defenisi tentang sunnah tersebut,
disebabkan oleh perbedaan cara peninjauannya.
a.
Ulama Hadist meninjaunya dari segi bahwa pribadi
Rasul itu adalah pribadi tauladan (uswatun hasanah) bagi umatnya. Oleh karena itu maka segala hal
yang bersangkut paut dengan diri beliau adalah sebagai uswatun Hasanah.
b.
Ulama Ushul meninjaunya bahwa pribadi Nabi
adalah sebagai pengatur Undang-undang (disamping Al-Qur’an) yang menciptakan
dasar-dasar ijtihad bagi para mujtahid yang datang sesudahnya dan menjelaskan
kepada ummat manusia tentang aturan hidup yang oleh karena itu membatasi diri
dengan hal-hal yang bersangkut paut dengan penetapan hukum saja.
c.
Ulama Fiqh meninjaunya dari segi bahwa
pribadi Nabi Saw dalam seluruh aspek kehidupannya (baik perbuatan, perkataan
maupun pengakuannya) mempunyai nilai hukum, yang berkisar antara wajib, sunnah,
haram, makruh dan mubah. Bertitik tolak dari lima macam nilai hukum tersebut,
maka untuk hukum sunnah diartikan sebagai amalan yang dianjurkan kita untuk
mengerjakannya dengan konsekwensi memperoleh pahala serta tidak berdosa bila
ditinggalkan.
2. Perkembangan pengertian Istilah Sunnah
a.
Mula-mula masyarakat Arab dahulu, lafadz Sunnah mempunyai pengertian الطريقة المسلوكة في الحياة
للرفرد و الجماعة (
jalan yang ditempuh dalam menjalani kehidupan
perorangan dan masyarakat). Pengertian ini berkembang pada permulaan
abad hijri dalam madrasah-madrasah di Hijaz dan Irak.
b.
Pada akhir abad kedua Hijri dengan dipelopori oleh Imam
Syafi’I sunnah diartikan khusus untuk
Sunnah Rasul.
c.
Pada abad keempat Hijri, ahli kalam mengartikan Sunnah
untuk I’toqat yang didasarkan
kepada keterangan Allah dan Rasulullah serta tidak kepada rasio (akal) semata
(seperti ahli filsafat). Maka orang yang I’toqatnya hanya mendasarkan
kepada Al-Qur’an dan keterangan Rasulullah Saw dinamai dengan Ahlu Sunnah.
3. Perbedaan Pengertian Istilah Hadits
dengan Sunnah
a.
Menurut Sulaiman An-Nadwi
1)
Hadist ialah segala peristiwa yang
dinisbahkan kepada Nabi Saw, walaupun hanya satu kali saja dikerjakan dan
walaupun hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja.
2)
Sunnah ialah nama bagi sesuatu yang kita
terima dengan jalan mutawatir dari Nabi Saw ( Nabi melakukannya di
hadapan para Sahabat, kemudian para Sahabat juga melakukannya, kemudian para
Tabi’in juga melakukannya seperti yang dilaksanakan oleh Para Sahabat tersebut
dan seterusnya).
b.
Menurut Dr. Abdul Kadir Hasan
1)
Hadist ialah “Sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi berupa
amrun ‘ilmiyyun nawâzhirun (perkara ilmu pengetahuan teori). Jadi, bersifat
teoritis.
2)
Sunnah ialah “sesuatu tradisi yang sudah tetap
dikerjakan oleh Nabi Saw atau berupa amrun ‘ilmiyyun (perkara yang bersifat amalan)”. Jadi bersifat
praktis.
c.
Menurut Al-Kamal Ibnu Human
1)
Hadits ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi yang
hanya terbatas berupa perkataan saja.
2)
Sunnah ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi baik
perbuatan maupun perkataan.
d.
Menurut Dr. Taufiq Sidqi
1)
Hadits ialah pembicaraan yang diriwayatkan oleh orang
seorang atau dua orang kemudian hanya mereka saja yang mengetahuinya (tidak
menjadi pegangan atau amalan umum)
2)
Sunnah ialah suatu jalan yang dipraktekkan oleh Nabi
secara terus-menerus dan diikuti oleh para Sahabat beliau.
e.
Menurut Ibnu Taimiyah
1)
Istilah Hadits bila tidak dikaitkan dengan lafadz lain
berarti segala yang diriwayatkan dari Nabi baik perkataan, perbuatan maupun
pengakuannya.
2)
Istilah Sunnah bila tidak dikaitkan dengan lafadz lain
berarti tradisi (adat) yang berulang kali dilakukan masyarakat baik dipandang
ibadat maupun tidak.
Dengan
memperhatikan perbedaan pengertian antara istilah Hadits dengan Sunnah tersebut
di atas maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a.
Bila ditinjau
dari segi subjek yang menjadi sumber asalnya, maka pengertian Hadits dan Sunnah
adalah sama. Yakni sama-sama berasal dari Rasulullah Saw. Dengan dasar inilah, maka Jumhur Ulama Ahlu
Hadist berpendapat bahwa Hadits Identik dengan Sunnah
b.
Bila ditinjau dari segi kualitas amaliyah dan
periwayatannya, maka Hadits berada di bawah Sunnah. Sebab Hadits merupakan suatu berita tentang sesuatu
peristiwa yang disandarkan kepada Nabi, walaupun hanya sekali saja beliau
mengerjakannya dan walaupun hanya diriwayatkan oleh seorang saja. Sedang Sunnah
merupakan suatu amaliyah yang terus – menerus dilaksanakan oleh Nabi Saw
beserta para Sahabatnya kemudian seterusnya diamalkan oleh generasi-generasi
berikutnya sampai kepada kita.
c.
Bila ditinjau dari segi kekuatan hukumnya, maka
Hadits berada di bawah sunnah. Oleh karena itu, apabila lafadz Hadits sengaja
dipisah dari Sunnah, kemudian diadakan urutan secara kronologis tentang sumber hukum
Islam, maka urutan-urutannya sebagai berikut:
1)
Al-Qur’an
2) As-Sunnah
3)
Al-Hadist
Tetapi bila istilah Hadits tidak dipisahkan dari
Sunnah, maka urutan kronologis sumber hukum Islam adalah:
1)
Al-Qur’an
2)
As-Sunnah (Al-Hadist)
E. HADITS
QUDSI
Yang dimaksud dengan Hadits
Qudsi ialah:
ما أخبر الله نبيه بالاهام أو بالمنام فأخبر النبي ص.م. ذالك المعني
بعبارة نفسه
“Sesuatu yang dikhabarkan Allah Ta’ala
kepada Nabi-Nya dengan melakukan ilham
atau impian yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian itu
dengan ungkapan kata beliau sendiri”
Hadits
Qudsy disebut juga dengan Hadits Rabbany atau Hadits Illahi, sedangkan Hadits
biasa disebut Hadits Nabawy. Menurut Dr. Muhammad Ajjajj Al-Khatib dalam
kitabnya Ushulul Hadits, Hadits
Qudsi dinisbahkannya dengan kata al-Quds sebab artinya adalah suci. Sedang
dinisbahkan dengan kata-kata Illahi atau Rabb karena bersumber dari Allah langsung. Adapun masih
dikategorikannya ke dalam Hadits karena Rasul Saw yang memberitakannya dengan
bahasanya sendiri apa yang berasal dari Allah Swt. Itu.
Perbedaan
yang terpokok antara Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi menurut Ath-Thiby ialah:
والحديث القدسي اخبر الله تعالي معناه بالاهام وبالمنام فأخبر النبي
ص.م. امته بعبارة نفسه وسائر الاحاديث لم يضفها أي لم يسندها ولم يرويها عن الله
تعالي
Adapun Hadits Qudsy ialah sesuatu yang dikhabarkan
oleh Allah Ta’ala secara ilham atau impian yang maknanya kemudian dikhabarkan
oleh Rasulullah Saw kepada ummatnya dengan bahasa beliau sendiri. Sedangkan
Hadits-hadits yang lain, tidaklah disandarkan yakni tidak diisnadkan dan diriwayatkan
dari Allah Ta’ala.
Hadits
Qudsy mempunyai tanda-tanda tertentu, yakni berupa kata-kata seperti :
قال الله تعالي..............
يقول الله عز وجل........
قال رسول الله ص.م. فيما يرويه عن الله تبارك وتعالي
Jumlah
Hadits Qudsi tidak banyak. Di antara Ulama ada yang menyatakan bahwa Jumlah
Hadits Qudsy
sekitar ada 100 buah. Menurut Al-‘’Allamah Syihabuddin Ibnu Aliy Al-Mannawy
yang telah mengunpulkan Hadits Qudsi dalam kitabnya “Al-Ithafatu As-Saniyyah
bil Ahâdîts al-Qudsiyyah” .
Apabila
diperhatikan tentang tanda-tanda Hadits Qudsi, maka dapatlah dipahami bahwa
dalam hadits itu terkandung firman Allah. Akan tetapi hal ini tidaklah berarti,
bahwa Hadits Qudsi itu sama dengan al-Qur’an.
Perbedaan Antara Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an ialah
sbb:
1. Semua lafadz-lafadz (ayat-ayat) yang terdapat
dalam Al-Qur’an,, adalah mu’jizat dan diriwayatkan secara mutawatir. Sedang
Hadits Qudsi tidak demikian.
2. Al-Qur’an
adalah wahyu yang lafadz dan maknanya berasal dari Allah, sedang Hadits Qudsi
merupakan wahyu dari Allah, tetapi oleh Rasul diberitakan dengan kata-kata beliau
sendiri. Jadi Hadits Qudsi adalah maknanya berasal dari Allah tetapi lafadznya
dari Rasul.
3. Al-Qur’an
merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad dengan perantaraan
Jibril, sedang Hadits Qudsi, merupakan wahyu Allah yang diturunkan langsung
kepada Nabi Muhammad dengan cara ilham atau impian.
4. Di dalam
bacaan shalat, ada yang berupa bacaan ayat-ayat al-Qur’an, sedang untuk Hadits
Qudsi tidak dapat menggantikan kedudukan bacaan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca
dalam shalat tersebut.
5. Untuk
meriwayatkan ayat-ayat Al-Qur’an, tidak boleh hanya dengan maknanya saja atau
dengan kata-kata sinonim, sedang untuk periwayatan Hadits Qudsi tidak berlaku
ketentuan yang seketat itu.
6. Setiap huruf yang dibaca dari ayat-ayat Al-Qur’an
memberikan hak kepada yang membacanya pahala sepuluh kebajikan, sedang untuk
pembacaan Hadits Qudsi tidak ada ketentuan
yang menetapkan demikian.
7. Bagian-bagian dari Al-Qur’an ada yang disebut Juz,
Surah dan Ayat, sedang untuk Hadits Qudsi tidak mengenal bagian yang demikian.
Contoh Hadits Qudsy
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلُ الله قَالَ :
قَالَ الله عَزَّ وَجَلَّ: كُلُّ عَمَلٍ ابْنُ أَدَمَ لَهُ أِلاَّ الصِّيَامَ فَاِنَّهُ
لِي وَاِنَّ الَّذِي أَجْزِي بِهِ وِالصِّيامُ جُنَّة وَاِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمٍ
أَحَدُكُمْ فَلَا يَرْنُتْ وَلَا يَصْخَبْ وَاِنْ سَابََهُ أَحَدٌ أَْو قَاتَلَهُ
فَلْيَقُلْ أِنِّي امْرُؤٌ صَائِمُ............./رواه الشيخان والنساء وابن حبان
Artinya Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah bersabda:
Telah berfirman Allah ‘Azza wa Jalla: amal anak Adam adalah menyangkut dirinya
pribadi, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan karena itu Akulah
yang langsung membalasnya. Puasa itu ibarat perisai, pada hari melaksanakan
puasa, janganlah yang berpuasa mengucapkan kata-kata kotor, tidak sopan dan
tidak enak didengar dan jangan pula bertengkar. Jika diantara kalian ada yang
memakinya atau mengaja bereklahi, hendaklah katakankanlah kepadanya:”saya
sedang berpuasa………..”
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khathib,
Muhammd Ajjaj. 1975. Ushulul Hadits, Beirut:
Darul Fikri.
__________________________. 1963. As-Sunnah Qablat
Tadwin,Kairo: Maktabah Wahbah
Al-Shalih,
Subhi. 1977. Ulumul Hadits, Beirut:
Darul Ilmu.
Ash-Shiddiqie, TM Hasbi. 1974. Sejarah Perkembangan Hadits, Jakarta:
Bulan Bintang.
Ismail, Syuhudi. 1994. Pengantar Ilmu Hadits, Bandung:
Angkasa.
Rahman, Fathur.
1974. Ihktishar Musthalahul Al-Hadits, Bandung: Al-Ma’arif.
0 Response to "Pengertian Hadits dan Sinonimnya"
Post a Comment