Adzan Dan Iqamah (Pengertian, Syarat & Sunah, Kandungan dan Fungsinya)
Siluetsenja.com, 25/03/2022 10:57 am
Kehidupan orang islam tidak bisa dipisahkan dari ibadah, terutama ibadah shalat karena ada hadis yang mengatakan bahwa
“shalat adalah
tiang agama, siapa saja yang mendirikannya berarti telah mendirikan agama dan
siapapun yang merobohkannya berarti telah merobohkan agama” (HR al-Baihaqi)*
Untuk
mengetahui waktu shalat, Allah telah mensyariatkan adzan sebagai tanda masuk
waktu shalat maka dari itu penulis mencoba menjelaskan tentang Adzan dan
Iqomah. Yang semuai ini, sangat penting untuk diketahui oleh kaum muslimin.
Adzan dan Iqamah Pict By.Desk Jabar
A.
Pengertian Adzan
dan Iqmah
Adzan berasal dari bahasa Arab “al-adzana” yang berarti
memberitahukan, mengumumkan,* atau seruan
sebagaimana Allah berfirman, “Dan ini adalah seruan dari Allah dan rasul-Nya
kepada umat manusia....” (QS. At-Taubah 9:3)
Adapun makna adzan secara istilah memiliki pengertian pemberitahuan atau
seruan sebagai tanda masuknya shalat lima waktu dengan bacaan yang telah
ditentukan.*
Adzan merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberi tahu bahwa shalat
fardhu telah masuk waktunya. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap shalat
5 waktu. Lafazh adzan terdiri dari tujuh bagian: Allahu Akbar, Allahu Akbar (2
kali); Asyhadu alla ilaha illallah (2 kali); Asyhadu anna muhammadar
rasulullah (2 kali); Hayya ‘alash shalah (2 kali); Hayya ‘alal
falah (2 kali); Allahu Akbar, Allahu Akbar (1 kali); La illaha
illallah (1 kali)
Sedangkan iqamah menurut bahasa Arab “Iqamatan” yang berarti
menunaikan, mendirikan dan menegakan. Pengertian Iqamah menurut istilah yaitu
suatu tanda bahwa sholat akan dimulai, dengan menggunakan lafadh yang
ditentukan oleh syara’.*
B. Permulaan Disyari’atkan Adzan dan
Iqomat (AsbabulWurud)
Adzan mulai
disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari, Nabi Muhammad
Saw mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu
masuknya waktu shalat dan mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk
melakukan shalat berjamaah.
Di dalam
musyawarah itu, ada beberapa usulan yang muncul. Ada yang mengusulkan supaya
dikibarkan bendera sebagai tanda bahwa waktu shalat telah masuk. Apabila
beneranya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberi tahu kepada
umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup terompet seperti yang biasa
dilaukan oleh pemeluk agama Yahudi . Ada lagi yang mengusulkan supaya
dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani.
Ada seorang
sahabat yang menyarankan bahwa manakala wktu shalat tiba, maka segera
dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah
melihat ke tempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang
walaupun ia berada di tempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan
hendaklah datang menghadiri shalat berjama’ah.
Semua usulan
yang di ajukan itu ditolak oleh Nabi Saw. Tetapi, beliau menukar lafal itu
dengan assalatu jami’ah (marilah shalat berjama’ah). Lantas, ada usul
dari Umar bin Khathab, yaitu agar ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai
pemanggil kaum muslim untuk shalat pada setiap masuknya waktu shalat. Kemudian,
saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad Saw juga
menyetujuinya.
Dalam hadits
dari Abdullah bin Umar, diterangkan begini, “ Semasa orang Islam sampai di
Madinah, mereka berkumpul lalu memperkirakan waktu shalat dan tidak ada
seorangpun yang menyerukan untuk shalat. Pada suatu hari, merekapun
membincangkan hal itu lagi. Sebagian dari mereka berkata, ‘Ambillah naqus (lonceng)
seperti orang-orang Nasrani (Kristen).’ Sebagian yang lain berkata, ‘Ambillah
terompet seperti orang-orang Yahudi.’ Lalu umar berkata, ‘Tidakah kamu melantik
seorang lelaki untuk menyerukan shalat?’ Rasulullah Saw kemudian bersabda,
‘Wahai Bilal, berdirilah dan serulah untuk shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits
lain dari Abdullah bin Zaid, ia berkata, “Ketika Rasulullah Saw memrintahkan
untuk menggunakan naqus (lonceng) agar dibunyikan untuk mengumpulkan
orang ramai untuk mendirikan shalat jama’ah, dalam tidurku (mimpi) seorang lelaki berjalan mengelilingiku sedang membawa
lonceng di tangannya. Lalu, aku berkata, ‘Wahai hamba Allah, adakah kamu jual
lonceng itu?’ Ia menjawab, ‘Apa yang akan kamu buat dengannya (lonceng)?’ Aku
berkata, ‘Dengan lonceng itu, kami menyeru kepada semua orang untuk shalat.’ Ia
berkata, ‘Maukah kamu aku tunjukan yang lebih baik dari itu?’ Aku berkata,
‘Ya.’
“Laki-laki itu
kemudian berkat, ‘Kamu ucapkan, ‘Allahu akbar...allahu akbar, allahu
akbar...allahu akbar, asyhadu alla ilaha illallah... asyhadu alla ilaha
illallah, asyhadu anna muhammadar rasulullah... asyhadu anna muhammadar
rasulullah, hayya ‘alash shalah...hayya ‘alash shalah, hayya ‘alal
falah...hayya ‘alal falah, allahu akbar...allahu akbar, la ilaha illallah.’
Laki-laki itu
kemudian mundur sedikit, lalu berkata, ‘Allahu akbar...allahu akbar, asyhadu
alla ilaha illallah, asyhadu anna muhammadar rasulullah, hayya ‘alash shalah,
hayya ‘alal falah, qadqamatish shalah...qadqamatish shalah, allahu
akbar...allahu akbar, la ilaha illallah.’
“Keesokan
paginya, aku datang kepada Rasulullah Saw untuk memberitahu perihal mimpiku
itu. Beliau berkata. ‘Sesungguhnya, mimpimu itu benar, insya Allah.
Berdirilah kamu bersana Bilal dan ajarkan padanya apa yang kamu dengar dalam
mimpimu itu. Hendaklah Bilal adzan dengan apa yang diajarkan kepadanya itu.
Sebab, suaranya lebih bagus dan tinggi daripada dirimu.’ Maka, aku berdiri
bersama Bilal, lalu kuajarkan dia dan dia adzan dengan apa yang aku ajarkan
itu. Mak, erdengarlah adzan itu oleh Umar bin al-Khatab, sedang ia berada di
rumahnya. Lalu, ia keluar dengan bergegas menyeretselendang di belakangnya dan
berkata, ‘Demi yang telah mengutusmu dengan benar, wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku bermimpi sebagaimana yang di mimpikan oleh Abdullah bin Zaid.’
Rasulullah Saw bersabda, ‘Alhamdulillah.” (HR. Abu Daud).
C. Syarat dan Sunnah Adzan
Adapun
syarat-syarat dikumandangkan adzan sebagai panggilan shalat adalah sebagai
berikut:*
a.
Telah masuk waktu shalat
Syarat sah
adzan adlah telah masuk waktu shalat. Karenanya adzan yang dilakukan sebelum
waktu shalat masu, maka tidak sah. Akan tetapi terdapat pengecualian pada adzan
subuh. Adzan subuh diperbolehan untuk dilaksanakan dua kali, yaitu sebelum
waktu subuh tiba dan ketika wktu subuh telah tiba (terbitnya fajar shadiq)
b.
Berniat adzan
Hendaknya
seseorang yang akan adzan berniat dalam hatinya (tidak dengan lafazh tertentu)
bahwa ia akan melakukan adzan dengan ikhlas untuk Allah semata.
c.
Dikumandangkan dengan bahasa Arab
Menurut
sebagian ulama, tidak sah adzan jika menggunakan bahasa selain bahas Arab.
Diantara ulama yang berpendapat demikian adalah ulama dari Madzahb Hanafi,
Hambali, dan Syafi’i.
d.
Tidak ada lahn dalam
pengucapan lafazh adzan yang mengubah makna
Maksudnya
adalah hendaknya adzan terbebas dari kesalahan-kesalahan pengucapan yang hal
tersebut bisa mengubah makna adzan. Lafazh-lafazh adzan harus diucapkan dengan
jelas dan benar.
e.
Tertib Lafaznya
Hendanya lafazh
adzan diucapkan sesuai urutan sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang
sahih.
f.
Lafazh-Lafazhnya diucapkan
bersambung
Hendaklah
antara lafazh adzan yang satu dengan yang lain diucapkan secara bersambung
tanpa dipisah oleh sebuah perkataan ataupun perbuatan di luar adzan. Akan
tetapi, diperbolehkan berkata atu berbuat sesuatu yang sifatnya ringan seperti
bersin.
g.
Adzan diperdengarkan kepada orang
yang tidak berada ditempat muadzin
Adzan yang
dikumandangkan oleh muadzin haruslah terdengar oleh orang yang tidak berada di
tempat sang muadzin melakukan adzan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara
mengeraskan suara atau dengan alat pengeras suara.
Sedang yang termasuk sunnah Adzan
adalah sebagai berikut:*
a.
Bersuci dari hadas besar, hadas
kecil dan najis. Hal ini berdasarkan dalil umum yang menganjurkan agar manusia
dalam keadaan suci ketika berdzikir (mengingat) kepada Allah.
b.
Muadzin menghadap ke arah kiblat
ketika mengumandangkan adzan
c.
Adzan dalam keadaan berdiri.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar,
“Berdiri, wahai Bilal! Serulah manusia untuk melakukan shalat!”
d.
Memasukan jari ke dalam telinga.
Ini adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh sahabat Bilal ketika adzan.*
e.
Menyambung tiap dua-dua takbir.
Artinya, menyambungkan kalimat Allahuakbar-allahuakbar, tidak ada jeda
antara keduanya.
f.
Ketika membaca hayya’alash-shalah,
muadzin menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kanan dan ketika membaca hayya
‘alal falah, menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kiri.*
g.
Menambahkan “ash shalatu khairum
minannaum” pada adzan subuh.*
h.
Suara Muadzin hendaknya nyaring
i.
Muadzin tidak boleh berbicara
ketika menumandangkan adzan.
j.
Setelah selesai adzan, muadzin
dan yang mendengar adzan hendaknya berdoa:
Allaahumma
Rabbahaadzihidda’watittammah, Wash-shalaatil Qaa-imah, Aati Muhammadanil
Wasiilah Wal Fadhiiilata Wab’atshu Maqaamammahmuudanilladzii Wa’adtah. Innaka
Laa Tukhliful Mii’aad.
“Ya Allah,
Tuhan Yang menguasai seruan (adzan) yang sempurna ini, dan shalat (wajib) yang
didirikan. Berikanlah kepada Muhammad karunia dan keutamaan serta kedudukan
yang terpuji, yang telah Engkau janjikan untuknya. Sesungguhnya, Engkau tidak
menyalahi janji.”
Sementara bagi
yang mendengar adzan, hendaklah menyahutnya secara perlahan dengan lafal-lafal
yang diucapkan oleh muadzin. Adapun cara menjawab adzan tersebut
sebagaimanayang diucapkan oleh muadzin, kecuali bila muadzin mengucapkan, hayya
‘alash shalah, atau hayya ‘alal falah, maka disunnahkan menjawabnya
dengan lafazh, la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhim (tiada
daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).
Dan apabila
muadzin mengucapkan, ash-shalatu khairumminan naum, disunnahan menjawab shadaqta
wa bararta wa ana ‘ala dzalika minasy syahidin (benarlah engkau dan
baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran
itu).
D. Kandungan dan Fungsi Adzan
a. Kandungan
Adzan
Lafazd adzan
dan iqamah mencakup kandungan akidah seorang muslim, sehingga Imam Al-Qadhi
Iyadh berpendapat: Ketahuilah, bahwa adzan adalah kalimat yang berisi aqidah
iman yang mencakup jenis-jenisnya
a)
Menetapkan Dzat yang seharusnya
dimiliki Dazat Allah dari kesempurnaan
dan pensucian lawan kesempurnaan
b)
Menegaskan keesaan Allah dan
penolakan sekutu yang mustahil ada bagi-Nya.
c)
Menegaskan penetapan kenabian dan
persaksian akan kebenaran risalah (kerasulan) bagi Nabi Muhammad Saw.
d)
Mengajak kepada ibadah yang
diperintahkan
e)
Mengajak kemenangan, yaitu kekal
di dalam kenikmatan yang abadi
Hal itu di
ulang-ulang dengan iqamat shalat untuk memberitahu mulainya, agar orang yang
shalat senantiasa berada di atas kejelasan amalanya dan ilmu tentang imannya,
serta merasakan keagungan shalat dan keagungan Dzat yang disembah serta pahala
yang besar.*
b. Fungsi Adzan
Secara umum
adzan difungsikan untuk memanggil umat Islam sebagai tanda masuknya waktu
shalat. Semuanya sepakat dalam hal hal bahwa adzan digunakan untuk panggilan
shalat.
Dalam kitab Fathul
Mu’in karangan Syekh Zainuddin al-Malibari disebutkan, “Dan, telah
disunnahkan juga adzan untuk selain keperluan memanggil shalat, beradzan pada
telinga orang yang sedang berduka cita, orang ayan (sakit sawan), orang yang
sedang marah, orang yang jahat akhlaknya, dan binatang yang liar atau buas,
saat terjadi kebakaran, saat jin-jin memperlihatkan rupanya; yakni bergolak
kejahatan jin, dan adzan serta iqamah pada telinga anak yang baru lahir, dan saat musafir memulai
perjalanan.”*
“Sudah umum
diketahui bahwa orang yang sedang marah, berakhlak buruk, binatang liar umumnya
terpengaruh oleh gangguan setan atau jin, maka adzan pada hal-hal demikian itu
menyebabkan setan/jin yang mengganggu aan lari sampai terkentut-kentut bila
mendengar adzan (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun
mengadzankan mayat ketika dimasukan ke dalam kubur adalah masalah khilafiah.
Sebagian ulama mengatakan sunnah dan sebagian lagi mengatakan tidak termasuk
sunnah.
E. Kesimpulan
a. Adzan merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberi
tahu bahwa shalat fardhu telah masuk waktunya. Iqamah menurut istilah yaitu
suatu tanda bahwa sholat akan dimulai, dengan menggunakan lafadh yang
ditentukan oleh syara’
b. Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah, lewat mimpi Abdullah bin
Zaid, kemudaian memberi tahu pada kepada Rasulullah Saw perihal mimpinya,
Rasulullah membenarkan, dan menganjurkan Abdullah bin Zaid agar mengajarkannya
kepada Bilal untuk di kumandangngkan
c. Syarat Adzan :
a)
Telah masuk waktu shalat
b)
Berniat adzan
c)
Dikumandangkan dengan bahasa Arab
d)
Tidak ada lahn dalam
pengucapan lafazh adzan yang mengubah makna
e)
Tertib Lafaznya
f)
Lafazh-Lafazhnya diucapkan
bersambung
g)
Sunnah Adzan
1.
Bersuci dari
hadas besar, hadas kecil dan najis.
2.
menghadap ke
arah kiblat
3.
berdiri
4.
Memasukan
jari ke dalam telinga
5.
Menyambung
tiap dua-dua takbir
6.
hayya’alash-shalah, muadzin menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kanan dan ketika membaca
hayya ‘alal falah, menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kiri
7.
Menambahkan
“ash shalatu khairum minannaum” pada adzan subuh
8.
Suara
Muadzin hendaknya nyaring
9.
tidak boleh
berbicara ketika menumandangkan adzan
10.selesai adzan, muadzin dan yang
mendengar adzan hendaknya berdoa
d.
Kandungan Adzan
a)
Menetapkan Dzat yang seharusnya
dimiliki Dazat Allah dari kesempurnaan
dan pensucian lawan kesempurnaan
b)
Menegaskan keesaan Allah dan
penolakan sekutu yang mustahil ada bagi-Nya.
c)
Menegaskan penetapan kenabian dan
persaksian akan kebenaran risalah (kerasulan) bagi Nabi Muhammad Saw.
d)
Mengajak kepada ibadah yang
diperintahkan
e)
Mengajak kemenangan, yaitu kekal
di dalam kenikmatan yang abadi
e.
Fungsi Adzan
a)
Secara umum
adzan difungsikan untuk memanggil umat Islam sebagai tanda masuknya waktu
shalat.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Al-Ja’fari, Sayyid Shaleh. 2007. The
Miracle Of Shalat. Jakarta: Gema Insani.
·
Munawwir, Ahmad Warson.2001. Al-Munawwir:
Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif.
·
Dahlan,Abdul Aziz. 1997. Ensiklopedia
Hukum Islam. Jakarta: Ichtar Baru Van Hoeve.
·
Al-Bassam, Syekh bdullah. Tauhidul
Ahkam Syarah Bulughul Maram.
·
Musbikin,Imam.2013.Ajaibnya Adzan
untuk Mencerdaskan Otak Anak Sejak Lahir. Jogjakarta: Diva press.
·
Al-Muhadzdzab, Majmu Syarhu.dkk.1415 H.
0 Response to "Adzan Dan Iqamah (Pengertian, Syarat & Sunah, Kandungan dan Fungsinya)"
Post a Comment