Bersuci Dari Najis
Siluetsenja.com, 02/04/2022 10:02 am
BERSUCI - Dalam pembahasan fiqih, secara umum selalu diawali dengan uraian tentang thaharah. Secara khusus, dalam semua kitab atau buku fiqh ibadah selalu diawali dengan thaharah.
Hal ini tidak lain karena thaharah (bersuci) mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan dengan ibadah. Sebaliknya, ibadah juga berkaitan erat dengan thaharah.
Artinya, dalam melaksanakan suatu amalan ibadah, seseorang harus terlebih dahulu
berada dalam keadaan bersih lagi suci, baik dari hadas kecil maupun hadas
besar, termasuk sarana dan prasana yang digunakan dalam beribadah, mulai dari
pakaian, tempat ibadah dan lain sebagainya.*
Kewajiban utama makhluk adalah kewajibannya terhadap Sang Khalik. Yakni kewajibannya untuk menyembah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun.
Ibadah ini merupakan tujuan utama. Oleh sebab itulah Allah menciptakan orang-orang yang mendapat beban dari hamba-hamba-Nya.*
Barulah setelah itu melakukan hak-hak hamba-hamba-Nya. Atas alasan inilah, mereka selalu meletakkan bab ibadah lebih dahulu.
Sedangkan ibadah yang paling agung dan paling utama adalah yang merupakan tiang agama, dan syarat pertama dari shalat adalah bersuci (Thaharah).*
Thaharah adalah sesuatu yang amat dipentingkan dalam ajaran Islam. Firman Allah S.W.T dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 222.*
ان الله يحب التوا بين ويحب المتطهرين
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”
Allah itu bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus terlebih dahulu bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci.
Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis.
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan najis sehingga thaharah dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan diri sendiri agar sah saat menjalankan ibadah.
A.
Pengertian Bersuci atau Thaharah
Secara etimologis thaharah berarti bersih (nazhafah), suci (nazahah ) dan terbebas (khulus) dari kotoran, baik yang bersifat hissiy (konkret atau dapat diindera) maupun ma’nawiy (abstrak).
Secara terminologi (syara) adalah membersihkan diri dari hadas atau menghilangkan najis dan kotoran.*
Thaharah menurut bahasa berarti bersih / suci. Orang Arab mengatakan طهرت الشيء اي نظفه (aku membersihkan sesuatu). Sedangkan
menurut syara’ thaharah adalah mensucikan dengan menghilangkan
najis dan hadas baik kecil maupun besar.*
Kata “Thaharah” adalah sama dengan “Nadlafah” artinya bersuci atau suci, sedangkan jika dibaca “thuharah” maka ia mempunyai arti kelebihan dari yang dipergunakan untuk bersuci.
Di
kalangan para ahli fiqh, thaharah
mempunyai banyak pengertian yang antara lain ialah “ suatu perkara yang
menyebabkan seseorang diperbolehkan mengerjakan shalat, seperi; wudlu, mandi,
tayamum, dan menghilangkan najis.*
Secara bahasa, thaharah berarti
nazhafah (kebersihan). Sedangkan dalam istilah para fuqaha, thaharah
berarti kebersihan dari sesuatu yang khusus didalamnya terkandung makna ta’abbud
(menghambakan diri) kepada Allah. Ia merupakan salah satu perbuatan yang
Allah cintai.*
Lawan dari thaharah adalah najis (najasah). Najasah ini ada dua, hissiyah (yang bisa diindera) yang bisa dihilangkan dengan air dan alat-alat yang menyucikan, ataupun maknawiyah yang tidak akan hilang kecuali dengan iman dan taubah.
Seperti najisnya syirik dan
maksiat.Sedangkan yang dimaksud dengan thaharah dalam bahasan kita kali ini
adalah thaharah hissiyah yang menggunakan air dan alat-alat penyuci untuk
menghilangkan bekasnya.*
Oleh karena itu, thaharah
dikedepankan dari pada shalat dan menjadi kunci pintunya. Kunci surga adalah
shalat dan kunci shalat adalah bersuci.
Dalam istilah fiqh (ilmu yang
membicarakan tentang hukum –hukum Islam). Thaharah ada dua bagian yaitu Thaharah
lahiriah (bersuci dari najis ) dan Thaharah hukmiyah (bersuci dari hadas).*
B. Kedudukan bersuci atau thaharah dalam ibadat*
Bersuci atau thaharah merupakan masalah yang sangat penting dalam agama dan merupakan pangkal pokok dari ibadat yang menjadi penyongsong bagi manusia dalam menghubungkan diri dengan Tuhan.
Shalat tidak sah bila tidak dengan bersuci atau thaharah, hal ini sesuai dengan sabda Nabi S.A.W :
لا يقبل
صلا ة بغيرطهورولاصدقة من غلول (رواه
مسلم)
Artinya
:
Yang dimaksud dengan curang, adalah mengambil
harta milik orang lain dengan cara yang tidak benar. Ini merupakan salah satu
bentuk tindakan khianat. Maka barangsiapa yang bershadaqah dengan harta tidak
halal yang bukan miliknya. Sebagaimana shalat tidak akan diterima jika tidak
berwudhu.*
C. Sarana untuk Bersuci atau Thaharah
1. Air
Air adalah
kebutuhan pokok manusia baik untuk bersuci atau hal lainnya. Air yang dianggap
sah untuk bersuci ada tujuh macam, yaitu :*
a. Air
hujan
b. Air
sungai
c. Air laut
d. Air dari
mata air
e. Air
sumur
f. Air
salju
g. Air
embun
Ketujuh macam air tersebut diringkas menjadi dua macam, yaitu air yang turun dari langit dan air yang keluar dari bumi.
Menurut perspektif fiqh, air dapat dikategorikan menjadi enam bagian, yaitu sebagai berikut :
a.
Thahirun
Muthahirn Ghairu Makruh (Air Mutlak)
Thahirun Muthahirn Ghairu Makruh adalah air yang suci mensucikan pada lainnya, tidak makruh menggunakannnya.* Masih asli dan belum berubah warnanya, baunya dan rasanya. Contohnya : air laut, air hujan, air sumur, air danau dan sebagainya.
Semua air tersebut adalah suci dan
menyucikan. Suci, karena boleh boleh diminum, dan menyucikan karena boleh boleh
digunakan untuk berwudhu, mandi wajib atau menyucikan kembali sesuatu yang
telah tersentuh najis.*
b.
Thahirun
Muthahirun makruh (Air Musyammas)*
Thahirun
Muthahirun makruh adalah air
suci yang mensucikan, tetapi makruh menggunakannya untuk mensucikan badan dan
tidak makruh untuk membersihkan benda lainnya seperti pakaian.
Air musyammas,
yang dipanaskan dengan sinar matahari. Apabila air yang panas terebut kembali dingin maka hukummnya tidak makruh.
c.
Air Musta’mal (Suci tetapi tidak bisa mensucikan)*
Air Musta’mal Yaitu air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadast atau membersihkan najis, apabila air tersebut tidak berubah atau
tidak bertambah berat dari asalnya.
d.
Air yang Berubah karena bercampur dengan sesuatu yang suci (Air suci tetapi tidak
bisa mensucikan)*
Adalah air yang berubah salah satu dar beberapa
sifatnya (warna, rasa atau baunya) karena kecampuran benda-benda suci, sehingga
menghilangkan nama kemutlakan air tersebut, seperti air teh, air sayur dan
sebagainya.
e. Air Mutanajjis (Air yang
terkena najis)
Air suci yang terkena najis yang tidak
ma’fu. Ada dua macam, yaitu:
1)
Air yang sedikit, kurang dari dua kulah
yang terkena najis, baik ia berobah atau tidak.
2)
Air yang banyak (lebih dari dua kulah)
yang berobah sebab kemasukan sesuatu, baik berobahnya itu sedikit atau banyak.*
f. Air Bekas diminum orang atau hewan*
Air ini disebut sebagai su’rul hayawan, terbagi menjadi dua golongan, yaitu
sebagai berikut :
1)
Air Bekas diminum oleh orang adalah suci, sebagai
bukti dari kemuliaan manusia.
2)
Air bekas diminum oleh hewan
Air bekas diminum oleh hewan, terbagi menjadi dua :
a)
Air bekas diminum anjing atau babi, hukumnya najis mughallazhah
b) Air bekas diminum hewan selain anjing dan babi, hukumnya tetap suci apabila diyakini bahwa mulut binatang tersebut tidak terdapat najis
2. Tanah atau Pasir
Tanah atau pasir yang suci bisa
digunakan untuk bersuci jika tidak ada air atau tidak bisa menggunakn air
karena sakit, selain tanah atau pasir yang sucibersuci juga bisa menggunakan
debu, batu, tisu atau kayu yang suci.*
Bersuci bisa menggunakan tiga
batu, dengan mengusapkan serta memutar batu ke duburnya, jika menggunakan batu
pertama masih kurang bersih wajib membersihkan lanjut batu kedua kearah
belakang, kedua masih belum bersih lanjut ketiga sampai seterusya sampai
bilangan bersuci dengan batu itu ganjil, atau bisa menggunakan genten yang
kecil dalam bersuci.*
Beberapa syarat bersuci
menggunakan batu itu ada delapan, suwiji
arep ono opo suci, iku kalawan telu piro-piro watu, lan arep den bersihake opo
panggonan lan arep ora garing opo najis, lan arep ora ngalih opo najis, lan
arep ora anyarteake ingatase najis opo najis liyane lan arep ora ngaliwati
najis liya ing bokonge wong lan ing hasafahe wong, lan arep ora ngenani ing
najis opo banyu lan arep ana opo piro-piro watu iku suci.*
D.
Thaharah
dari Najis
1. Pengertian Najis
Secara bahasa
najis adalah segala sesuatu yang kotor menurut agama. Najis menurut istilah
adalah sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikan yang harus disucikan karena
menyebabkan tidak sahnya melaksanakan ibadah.*
Setiap muslim
hendaknya sedapat mungkin menghindari benda-benda atau zat-zat najis. Yakni
segala suatu yang kotor atau yang menjijikan menurut agama. Akan tetapi, jika
terkena juga suatu benda atau zat najis, terutamapada tubuh, pakaian, atau
tempat shalat, wajiblah ia membasuh dan menyucikannya kembali.*
Pada dasarnya semua benda ( zat ) yang diciptakan allah adalah suci, kecuali yang dinyatakan najis oleh syariat, seperti bangkai, darah dan daging babi, sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. Al-Maidah (5): 3.
Najis itu sendiri adalah suatu perkara yang dianggap kotor
oleh syara’ yang jika mengenai pakaian, tubuh atau tempat shalat orang islam
wajib dibersihkan atau dibasuh.* Sedangkan ada
juga yang mengartikan najis adalah kotor yang menjadi sebab terhalangnya
seseorang untuk beribadah kepada allah.*
2. Macam-macam Najis
a. Najis mukhaffafah
(najis ringan)
Seperti air kencing bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum pernah makan apapun selain air
susu ibunya.
b. Najis muthawassithah
(najis sedang/pertengahan)
Seperti kotoran manusia dan binatang, darah, nanah,
khamar, dan bangkai (selain bangkai iakan, dan belelang).
Najis mutawasittah dibagi menjadi dua macam,
yaitu sebagai berikut:
1) Najis hukmiyah, ialah najis yang kita
yakini adanya tetapi sudah tidak tampak wujudnya, seperti air kencing yang
sudah lama kering. Adapun cara menyucikannya ialah cukup menyiram dengan air
suci yang menyucikan (air mutlak) sampai mengalir.
2) Najis ainiah, ialah najis yang masih jelas zatnya, warnanya,
rasanya, dan baunya. Adapun cara menyucikanny ialah dengan menyiramkan air suci
yang menyucikan (air mutlak) sampai hilang zat, warna, rasa, baunya, tetapi
seandainya warna dan baunya sukar dihilangkan, maka hal itu dimaafkan.
c. Najis mughalladzhah (najis
berat)
Seperti najisnya anjing dan babi. Adapun cara kita
menyucikannya adalah dengan menyiramkan air suci yang mensucikan (air mutlak)
atau membasuh benda atau tempat yang terkena najis sampai tujuh kali. Kali yang
pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga hilang zat, warna, rasa, dan
baunya.
3. Syariat thaharah dari najis didasarkan atas :*
a. Firman Allah S.W.T
وثيا بيك فطهر
Artinya : “dan pakaianmu brsihkanlah (Q.S. Al-Mudattasir/74 : 4)
b. Hadits Rasul S.A.W
“Bila seseorang kamu pergi ke kakus hendaklah ia membawa 3 buah batu
untuk digunakannya bersuci sebab itu
memadai baginya”. (H.R. Abu Dawud)
c. Ada perintah Nabi Muhammad S.A.W membasuh darah haid dari pakaian.
d. Perintah Nabi Muhammad S.A.W untuk menuangkan seember air ke kencing
orang A’rabiy yang kencing di masjid.
a)
Macam-macam
Benda ( zat ) Najis*
1) Bangkai, yaitu hewan yang mati dengan sendirinya ( tidak disembelih sesuai dengan ketentuan syara’) atau bagian tertentu dari anggota tubuh binatang yang dipotong ketika binatang tersebut masih hidup ( seperti punuk atau ekor sapi, unta, dan yang lainnya).
Meskipun bangkai termasuk benda yang dihukumi najis, namun ada beberapa bangkai yang dihukumi suci, yaitu: 1) bangkai ikan, belalang serta semua bangkai seranggayang berdarah tidak mengalir (semut, lalat, nyamuk, lebah, dan lain sebagainya), 2) kulit bangkai yang sudah disamak, kecuali kulit bangkai anjing dan bangkai.
2) Babi dan
anjing, serta semua binatang yang terlahir dari keduanya, meskipun keduanya
kawin dengan binatang yang suci ( contoh: anjing kawin dengan kambing, kemudian
melahirkan anak. Maka, anak perkawinan ini hukumnya najis, meskipun berupa
kambing.
3) Darah
dan nanah. Semua jenis darah ( termasuk juga nanah ) adalah najis, kecuali:
- Hati dan
limpa.
- Sisa
darah yang menempel pada daging, urat atau tulang binatang yang disembelih.
- Darah
atau nanah yang berasal dari bisul atau luka sendiri.
- Darah
nyamuk, kepinging atau binatang lain yang tidak berdarah mengalir.
4) Segala benda cair yang keluar dari pintu pelepasan (qabul atau dubur), seperti air kencing, tinja manusia atau binatang.
Termasuk dalam hal ini adalah wadi (cairan kental berwarna putih yang
keluar setelah kencing) dan madzi (cairan
licin berwarna putih yang adakalanya keluar ketika seseorang mengkhayal
hubungan seksual atau persentuhan yang menimbulkan rangsangan seksual).
5) Muntahan,
yaitu makanan atau minuman yang keluar kembali melalui mulut setelah mencapai
alat pencernaan dalam perut. Air liur, dahak dan ingus tidak termasuk dalam hal
ini, maka hukumnya suci.
6) Khamr (minuman
keras yang memabukan), kecuali telah menjadi cuka.*
E. Cara Bersuci Dari Najis*
1. Najis mughalladzhah, cara
mensucikannya adalah:
a. Membasuh
daerah yang terkana najis dengan air sebanyak 7 kali. Salah satu dari tujuh
kali tersebut airnya dicampur dengan debu.
b. Sebelum
dicuci atau dibasuh, zat najis tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu.
Seperti apabila kena kotoran anjing tersebut harus dihilangkan terlebih
dahulusebelumnya, dengan menyiram atau membasuhnya.
2. Najis mukhaffafah, cara
mensucikannya adalah:
a. Menghilangkan
zat dari air kencing tersebut dengan cara di lap dengan kain atau yang
sejenisnya.
b. Memercikan
air keseluruh tempat yang terken najis hingga betul-betul merata, walaupun
tidak mengalir.
3. Najis mutawassithah, cara
mensucikannya adalah:
a. Najis
hukimiyah, adalah najis yang tidak lagi ditemukan zat. Bau, warna atau rasa
dari najis pada benda yang terkena najis. Cara mensucikan dengan menyiramkan
air pada tempat yang terkena najis dan membersihkan secukupnya.
b. Najis
‘ainiyyah, adalah najis yang masih meninggalkan
zat atau salah satu dari sifatnya (bau, warna, dan rasa). Cara
mensucikan dengan menghilangkan zat, bau, warna atau rasa dari najis tersebut
memakai air bersih.
F. Hikmah bersuci*
1. Mendorong
seseorang untuk selalu suci dan bersih baik dirinya, pakaian, tempat yang
digunakannya bahkan makanan dan minuman srta semua peralatan, harus suci dan
bersih dari segala kotoran.
2. Kebersihan
dan kasucian itu akan lebih banyak memungkinkan seseorang selalu sehat dan
terhindar dari penyakit.
3. Kesehatan
dan kesegaran fisik akan berpengaruh positif pada kesehatan jiwa, sehingga
seseorang berfikir jernih, berpandangan luas, selalu optimis dan dinamis dalam
segala hal serta berakhlak mulia.
4. Pribadi
bersih dan suci dalam masyarakat akan lebih menjamin kesehatan dan kebersihan
masyarakat tersebut serta lingkungan hidup.
5. Dengan
sering bersuci akan menambah keindahan dan kesegaran
6. Bila
semua akan efek positif bersuci bagi kesehatan, akan menumbuhkan cinta
seseorang dan masyarakat terhadap kesehatan
7. Kesucian
dan kebersihan pangkal kesehatan.
G. Kesimpulan Bersuci dari Najis
- Secara bahasa, thaharah berarti nazhafah (kebersihan). Sedangkan dalam istilah para fuqaha, thaharah berarti kebersihan dari sesuatu yang khusus didalamnya terkandung makna ta’abbud (menghambakan diri) kepada Allah. Ia merupakan salah satu perbuatan yang Allah cintai. Shalat tidak sah bila tidak dengan bersuci atau thaharah. Ada beberapa sarana untuk thaharah, meliputi : Air, tanah dan sebagainya.
- Secara bahasa najis adalah segala sesuatu yang kotor menurut agama. Najis menurut istilah adalah sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikan yang harus disucikan karena menyebabkan tidak sahnya melaksanakan ibadah.
- Sarana untuk Bersuci atau Thaharah adalah Air, tanah, Dabghu, takhalul,
- Macam-macam Najis meliputi : Najis mukhaffafah (najis ringan), Najis muthawassithah (najis sedang/pertengahan), Najis mughalladzhah (najis berat).
- Najis mughalladzhah, cara mensucikannya adalah membasuh daerah yang terkana najis dengan air sebanyak 7 kali. Salah satu dari tujuh kali tersebut airnya dicampur dengan debu. Najis mukhaffafah, cara mensucikannya adalah Menghilangkan zat dari air kencing tersebut dengan cara di lap dengan kain atau yang sejenisnya. Najis mutawassithah, cara mensucikannya adalah Najis hukimiyah, adalah najis yang tidak lagi ditemukan zat. Bau, warna atau rasa dari najis pada benda yang terkena najis. Cara mensucikan dengan menyiramkan air pada tempat yang terkena najis dan membersihkan secukupnya. Najis ‘ainiyyah, adalah najis yang masih meninggalkan zat atau salah satu dari sifatnya (bau, warna, dan rasa). Cara mensucikan dengan menghilangkan zat, bau, warna atau rasa dari najis tersebut memakai air bersih.
- Adapun thaharah juga mempunyai hikmah yang sangat baik untuk badan dan kesehatan tubuh manusia.
DAFTAR PUSTAKA
- Supiana. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
- Al-Qaradhawi, Yusuf, Fikih Thaharah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,-
- MODUL PPI, cet. Ke-2; Purwokerto: P2M STAIN PURWOKERTO. CV. Pustaka Ilmu Group, 2014.
- Nasution, Lahmuddin Fiqih Ibadah,Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999.
- Multahim. Agama Islam 1,Jakarta, PT Ghalia Indonesia Printing 2006.
- Aibak, Kubuddin, Fiqih Tradisional Menyibak keragaman dalam kebaraman, Teras: Yogyakarta, 2012.
- Nawawi Sadli, Ahmad, Panduan Praktis dan Shalat lengkap fardhu dan sunah. Jakarta: Amzah, 2011.
- Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994.
0 Response to "Bersuci Dari Najis"
Post a Comment