Ketulusan Dalam Cinta
Ketulusan Dalam Cinta Pict By. Cpi |
Elemen utama dari cinta adalah hati nurani dan akal. Akal pada dasarnya bertugas untuk mengenal apa yang sebaiknya harus kita cintai.
Sedangkan hati Nurani bertugas memelihara cinta tersebut dengan ketulusan yang tumbuh dari kesadaran akal Ketika merespons secara sadar sebuah pilihan.
Didalam kehidupan ini, wujud cinta yang utama dan terindah adalah kecintaan makhluk pada Sang Khalik dan kemudian kepada Rasul-Nya.
Cinta yang sedang tertuju pada sesuatu
akan tertanam didalam hati dan membentuk dua tahapaan.
***
Pertama, rasa cinta
akan membentuk pola dasar dan kaidah bagi perasaan, kehendak dan obessesi dalam
hidup. Pada tahapan inicinta terkadang diwujudkan dalam suatu peristiwa,
ucapan, Tindakan, hubungan social, kebenaran, dan laku.
Kedua, kecintaan
seseorang terhadapa objek tertentu akan menjadi pusat segala sesuatu yang
bergerak dalam Nurani orang tersebut sehingga sama sekali tidak ada peluang
bagi objek lain untuk masuk ke dalam hatinya.
Artinya, manusia seperti ini akan selalu memandang objek cintanya sebagai obsesi ke mana saja ia menghadap dan mengarah. Mungkin karena itulah tiba-tiba Ukasyah bertindak “aneh” ingin “mengqishas” Rasulullah di saat menjelang wafatnya, sementara sahabat yang lainnya sedang dirundung kesedihan tiada tara.
***
Kisahnya, siang itu, setelah mengimami
shalat, nabi berdiri dengan payah lalu berkhutbah: “Wahai sekalian manusia, aku
adalah nabi kalian, yang menasihati kalian untuk berbuat baik dan menjauhi
segala kemungkaran, aku adalah sahabat kalian.
Siapa yang pernah aku sakiti, sengaja
atau tidak maka sebelum aku meninggalkan kalian hendaklah ia mengambil “qishash”
dariku.
Mendengar permintaan itu, suasana
masjid seketika menjadi hening. Tak seorangpun sahabat yang berani mengangkat
kepalanya. Mereka semua diliputi suasana haru dan kesedihan.
***
Di antara keagungan
kehidupan dunia yang
dapat dilihat
dan dirasakan ialah
kemapuannya
untuk merangkum
kesusahan dan
kesedihan dengan
kesenangan dan
kebahagiaan.
(Arif Bijak)
Setelah tiga kali nabi meminta dan
mengulangi perkataan itu, berdirilah Ukasyah bin Mihsan. Ia berkata: “Wahai
Rasulullah, Ketika peristiwa Badar, onta yang engkau tunggangi berjalan
beriringan dengan ontaku. Waktu itu, kau melecutkan cambukmu dan menganai perutku.
Aku tidak tahu engkau sengaja atau tidak!”
Rasulullah menjawab: “Tidak ada maksudku
kepadamu kecuali aku memang sengaja melakukannya.” Nabi lantas menyuruh Bilal
untuk mengambil cambuknya dirumah putrinya, Fatimah.
Raut muka Ukasyah yang tampak serius
membuat para sahabat marah melihat kelancangannya. Segera berdiri Abu Bakar dan
Umar, disusul Ali dan terakhir Hasan dan Husein. Semua berkata: “Hai Ukasyah,
kami tidak akan membiarkanmu menyakiti tubuh Rasulullah sedikitpun. Jika kau
berkehendak, silahkan lakukan qishas itu pada kami!”
Rasulullah kemudaian memberikan
isyarat agar mereka Kembali ke tempat duduk masing-masing. “Duduklah kalian,
Allah telah mengetahui kedudukan kalian yang mulia di sisiNya.
Tidak lama kemudian datanglah Bilal
dengan membawa cambuk. Cambuk itu langsung diberikan kepada Ukasyah: “Terimalah
cambuk ini dan laksanakan keinginanmu!”
Ukasyah pun berucap: “Wahai
Rasulullah, Ketika engkau mencambukku aku sedang tidak mengenakan baju.” Nabi
menjawab: “Baiklah,” sambal melepaskan jubah yang menyelimuti tubuh lemahnya.
Tingkah polah Ukasyah tadi membuat
suasana semakin tegang. Sebagian sahabat bahkan tak bisa mengendalikan
emosinya. Kalau saja Rasulullah tidak mencegah mereka, mungkin Ukasyah sudah
dipukuloleh mereka.
Begitu Rasulullah melepas pakaiannya,
Ukasyah melemparkan cambuk dari tanggannya dan memeluk nabi erat-erat, lalu
menciumnya sambal menangis.
Sahabat yang lainpun semakin heran
dengan kelakuan sahabat yang satu ini. “Apa yang engkau inginkan , wahai
Ukasya?” tanya Rasulullah. Jawab Ukasyah: Wahai Rasulullah, jiwaku adalah
tebusanmu jika ada yang berani menyakitimu.
Aku tahu bahwa hari ini adalah
pertemuan kita yang terakhir karena sebentar lagi kau akan meninggalkan kami.
Kalaupun nanti aku masuk syurga tentu sulit bagiku bertemu denganmu karena
derajat kita yang berbeda.
Tapi, Jika neraka adalah tempatku,
inilah kesempatan terakhir bagiku menatap wajahmu. Oleh karena itu, sebelum
kita berpisah, aku ingin kuliku yang hina ini bersentuhan dengan kulitmu yang
mulia.”
“Rasulullah Saw menangis mendengar
ucapan Ukasyah ini lalu bersabda: “Wahai sahabat-sahabatku, jika kalian hendak
melihat penduduk syurga, lihatlah Ukasyah, ini karena ketulusan cintanya kepadaku.”
Para sahabat lantas berdiri dan
memeluk Ukasyah. Mereka bergantian menciumnya sebagai penghormatan atas dirinya
yang telah dijamin masuk syurga karena cintanya yan tulus kepada Rasulullah
Saw.
Amal Tanpa
keikhlasan seperti
Musafir yang
mengisi kantong
Bekalnya dengan
kerikil:
Membebaninya tapi
tidak bermanfaat.
(Ibnul Qayim)
Ajaklah Hatimu Bicara (Muhammad Alain)
0 Response to "Ketulusan Dalam Cinta"
Post a Comment